Puasa hari Arafah ialah puasa sunnah pada hari kesembilan Dzulhijjah yang disunnahkan bagi mereka yang tidak melakukan ibadah haji. Kelebihan berpuasa pada hari ini ialah ia dapat menghapuskan dosa-dosa setahun yang telah lalu dan dosa setahun yang akan datang, sebagaimana hadits yang telah diriwayatkan daripada Abu Qatadah al-Anshari ra:
Dan Rasulullah SAW ditanya tentang berpuasa di hari ‘Arafah. Maka Baginda bersabda: “Ia menebus dosa setahun yang telah lalu dan setahun yang akan datang.” (HR. Imam Muslim)
Tetapi bagi mereka yang sedang melaksanakan ibadah Haji adalah disunnahkan untuk tidak berpuasa pada hari ‘Arafah dan adalah menyalahi perkara yang utama jika mereka berpuasa juga pada hari itu berdasarkan apa yang diriwayatkan dari Ummu al-Fadhl binti al-Harith:
Banyak di kalangan sahabat Rasulullah SAW yang ragu-ragu tentang berpuasa pada hari ‘Arafah sedangkan kami berada di sana bersama Rasulullah SAW, lalu aku membawa kepada Baginda satu bekas yang berisi susu sewaktu Baginda berada di ‘Arafah lantas Baginda meminumnya. (HR. Imam Muslim)
Juga daripada hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra:
Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang berpuasa pada Hari ‘Arafah bagi mereka yang berada di ‘Arafah. (HR. Abu Dawud dan an-Nasa’ie; at-Thabrani dari Aisyah rha) [1]
Disunatkan juga berpuasa pada hari ke 8 Dzulhijjah di samping berpuasa pada hari ‘Arafah (9 Dzulhijjah) sebagai langkah berhati-hati yang mana kemungkinan pada hari ke 8 Dzulhijjah itu adalah hari yang ke 9 Dzulhijjah (Hari ‘Arafah). Bahkan adalah disunnahkan berpuasa delapan hari, yaitu dari hari yang pertama bulan Dzulhijjah hingga ke hari yang kedelapan bagi orang yang mengerjakan haji atau tidak mengerjakan haji, bersama-sama dengan hari ‘Arafah.
Diriwayatkan dari Ibn Abbas ra:
Rasulullah SAW bersabda: “Tiada amal yang sholeh yang dilakukan pada hari-hari lain yang lebih disukai daripada hari-hari ini (sepuluh hari pertama dalam bulan Dzulhijjah).” (HR. al-Bukhari)
Dalam hadits yang lain yang diriwayatkan dari Hunaidah bin Khalid, dari isterinya, dari beberapa isteri Nabi SAW:
Sesungguhnya Rasulullah SAW melakukan puasa sembilan hari di awal bulan Dzulhijjah, di hari ‘Asyura dan tiga hari di setiap bulan yaitu hari Senin yang pertama dan dua hari Kamis yang berikutnya. (HR. Imam Ahmad dan an-Nasa’ie)
Adapun berpuasa pada hari Idul Adha (10 Dzulhijjah) dan hari-hari tasyrik (11, 12 dan 13 Dzulhijjah) adalah diharamkan berdasarkan hadith yang diriwayatkan dari Umar ra:
Bahwasanya Rasulullah SAW melarang berpuasa pada dua hari, iaitu Idul Adha dan Idul Fitri. (HR. Imam Muslim, Ahmad, an-Nasa’ie, Abu Dawud)
Serta hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra:
Rasulullah SAW telah mengirimkan Abdullah Ibn Huzhaqah untuk mengumumkan di Mina: “Kamu dilarang berpuasa pada hari-hari ini (hari tasyrik). Ia adalah hari untuk makan dan minum serta mengingati Allah.” (HR. Imam Ahmad, sanadnya hasan) [2]
——————————————————
[1] al-Imam as-Syaf’ie rh berpendapat; “Disunatkan puasa pada hari ‘Arafah bagi mereka yang tidak mengerjakan ibadah haji. Adapun bagi yang mengerjakan ibadah haji, adalah lebih baik untuknya berbuka agar ia kuat berdoa di ‘Arafah.” Dari pendapat Imam Ahmad rh pula; “Jika ia sanggup berpuasa maka boleh berpuasa, tetapi jika tidak hendaklah ia berbuka, sebab pada hari ‘Arafah memerlukan kekuatan (tenaga).” Begitu juga dengan para sahabat yang lain, lebih banyak yang cenderung untuk tidak berpuasa pada hari ‘Arafah ketika mengerjakan ibadah haji
[2] Ulama Syafi’iyyah membenarkan untuk berpuasa pada hari tasyrik hanya untuk keadaan tertentu seperti bersumpah, qadha puasa di bulan Ramadhan serta puasa kifarah (denda).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.