Perubahan iklim merupakan tantangan yang paling serius saat ini. Dampak perubahan iklim sudah ada didepan mata kita. Bukti ini terlihat dari munculnya fenomena peningkatan suhu global, ketidakpastian musim, kekeringan yang berkepanjangan, permukaan es kutub utara yang semakin tipis dan kebakaran hutan. Hal itu disampaikan Menteri Kesehatan Dr.dr. Siti Fadilah Supari, Sp. JP (K) pada seminar Sehari "Protecting Health From Climate Change" yang dibacakan Dirjen P2PL Depkes dr. I. Nyoman Kandun, MPH di Jakarta 7 April 2008.
Seminar diselenggarakan dalam memperingati Hari Kesehatan Sedunia ke-60 tanggal 7 April 2008. Tema yang dipilih adalah "Protecting Health from Climate Change". Sedangkan Indonesia menetapkan tema "Perlindugan Kesehatan dari Perubahan Iklim".
Perubahan suhu yang ekstrim berhubungan dengan kematian dan kejadian kesakitan seperti heatstroke, frozenbyte, sun-burn, dan stres. Perubahan suhu, kelembaban dan kecepatan angin juga dapat meningkatkan populasi, memperpanjang umur dam memperluas penyebaran vektor sehingga berdampak terhadap peningkatan kasus penyakit menular seperti : malaria, dengueyellow fever, schistosomiasis, filariasis dan pes.
Menkes menambahkan, perubahan iklim menyebabkan terjadinya bencana banjir, tsunami, kekeringan, badai, tanah longsor dsb, sehingga mempengaruhi keterbatasan air bersih, kebutuhan sanitasi dasar, ketersediaan pangan yang akan menimbulkan masalah gizi dan menyebabklan rentan terhadap penyakit seperti water birne diseases dan food borne diseases.
Perubahan iklim juga mempengaruhi radiasi ultraviolet dan pencemaran udara yang dapat menimbulkan reaksi alergis dan infeksi karena debu dan bahan kimia yang terjadi sebagai pengaruh cuaca atau polusi udara seperti penyakit-penyakit saluran pernafasan. Berbagai penyakit diduga berkaitan dengan perubahan cuaca antala lain stroke, meningitis, katarak dan lain-lain.
Dampak perubahan iklim dapat dilihat dari batas musim hujan dan kemarau yang tidak lagi pasti. Suhu udara samakin panas, kemarau sering menjadi sangat panjang dan lamanya curah hujan menimbulkan banjir serta longsor. Gejolak alam yang dikenal dengan perubahan iklim ini mempengaruhi daya dukung alam terhadap kelangsungan hidup manusia.
Banjir meningkatkan risiko penyebaran leptospirosis, diare, kolera. Namun masalah perubahan iklim tidak sekadar banjir. Kenaikan suhu udara (di Indonesia mencapai 1°C di tahun 1998) menyebabkan masa inkubasi vekyor semakin pendek sehingga nyamuk malaria dan demam berdarah dapat berkembang biak lebih cepat. Jika tahun 1998 di Jawa-Bali terdapat 18 kasus Malaria per 100.000 penduduk, maka tahun 2000 meningkat menjadi 48 per 100.000 penduduk. Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) juga meningkat setiap tahunnya, meski persentase kasus yang meninggal dapat terus diperkecil dengan penanganan medis.
Perubahan alam juga mempengaruhi pola perilaku dan perkembangan hewan yang berdampak pada peningkatan kasus penyakit yang penyebarannya terjadi melalui hewan. Suhu, kelembaban dan kecepatan angin dapat meningkatkan populasi, memperpanjang umur, dan memperluas penyebaran hewan pembawa penyakit. Sebagai contoh, daerah hidup nyamuk meluas ke dataran yang lebih tinggi. Musim kemarau panjang menyebabkan tikus hutan berpindah ke pemukiman, sehingga meningkatkan kemungkinan penyebaran pes.
Perubahan iklim juga mengganggu ketersediaan pangan. Peningkatan permukaan air laut karena melelehnya es di kutub, merusak ekosistem hutan bakau, menyebabkan intrusi air laut ke daratan sehingga air tawar semakin sulit didapat, serta mempersempit daratan yang digunakan untuk sektor pertanian. Air tawar semakin sulit diperoleh, dan kesulitan memperoleh air bersih menambah masalah dalam memerangi penyakit yang berhubungan dengan sanitasi.
Pemanasan air laut serta makin seringnya terjadi badai laut mempengaruhi sektor perikanan sebagai salah satu sumber pangan. Keterbatasan bahan pangan juga diakibatkan rusaknya siklus tanaman dan panen, selain kemarau panjang, banjir, dan longsor. Keterbatasan pangan tentunya menyumbang pada asupan gizi, kemudian kesehatan dan produktivitas penduduk. Upaya manusia membuka hutan untuk bertani, malah menyumbang pada perubahan iklim, karena hutan berfungsi menyerap gas rumah kaca (GRK) dan mengubahnya menjadi O2.
GRK adalah gas yang menghadang dan menyerap gelombang cahaya yang seharusnya memantul ke angkasa luar, menyebabkan radiasi matahari terperangkap di atmosfer bumi, dan meningkatkan suhu bumi. Tiga GRK utama adalah Karbondioksida (CO2), Dinitroksida (N2O), dan Metana (CH4). CO2 dan N2O terutama dihasilkan oleh pembakaran minyak bumi, gas dan batubara, serta kebakaran hutan yang diperlukan bagi energi listrik, menggerakkan transportasi dan industri. Polusi CO2 dan N2O sendiri sebenarnya telah memperburuk daya dukung lingkungan terhadap kesehatan, menimbulkan gangguan kesehatan dari gangguan pernafasan hingga stroke, bahkan kanker.
Metana adalah hasil proses pada sawah tergenang, pupuk, serta pengolahan sisa pertanian. Kotoran ternak, bahkan hembusan nafas ternak secara alami juga melepaskan Metana ke udara. Metana juga dilepaskan dari proses alami sampah, dan CO2 dihasilkan pembakaran sampah.
Melindungi diri dari perubahan iklim dibagi atas upaya mitigasi (minimalisasi penyebab dan dampak) dan adaptasi (menanggulangi risiko kesehatan), yang seringkali tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Hemat adalah salah satu kuncinya. Reduksi pembakaran bahan bakar fosil dengan menghemat pemakaian listrik dan kendaraan bermotor. Hemat bahan pangan memperkecil produksi metan. Minimalisasi limbah dapat dilakukan dengan penghematan penggunaan kertas, plastik, dan melakukan daur ulang. Pemisahan sampah organik dan non-organik adalah hal yang mudah dilakukan namun sulit dimasyarakatkan. Ada baiknya kini mulai dimasyarakatkan.
Demi paru-paru kita, hijaukan lingkungan dengan pepohonan, jaga hutan, dan hentikan pembakaran hutan. Gunakan kelambu, hindari gigitan nyamuk. Cermati celah-celah dimana nyamuk bisa berkembang biak, bersihkan bersama dengan membersihkan lingkungan. Membersihkan lingkungan dapat memperkecil kemungkinan berkembang biaknya serangga dan hewan yang dapat menyebarkan penyakit. Ajak semua saudara dan tetangga bekerja bakti. Ajak semua untuk melindungi diri dari perubahan iklim.
Sumber: Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan.
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_finenews.asp?IDNews=120
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.