Sabtu, 03 April 2010

Katup Jantung nan Ramah

TEMPO Interaktif, Jakarta: Lili, 42 tahun, meski berlabel guru olahraga, tak banyak bergerak. Ia lebih banyak mengeluarkan suara nyaring memerintahkan murid-muridnya melakukan gerakan yang benar saat kelompok remaja yang duduk di sekolah menengah itu tengah bersenam, bermain basket, memukul bola softball, ataupun berlari. Para murid sudah mafhum karena guru perempuan itu dikabarkan menderita kelainan pada katup jantungnya sehingga sering cepat lelah. Ini kejadian puluhan tahun lalu dan ternyata hingga sekarang jumlah penderitanya tak kunjung surut.

Tak satu pun murid itu paham pemicu derita sang guru. Selain tak berani bertanya, penyebab penyakit ini memang beragam. Mulai kebiasaan merokok, penggunaan obat terlarang (narkoba), hingga faktor usia (degeneratif). Namun, ahli bedah jantung Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, dr Maizul Anwar, SpBTKV, menyatakan 60 persen kasus kelainan katup jantung disebabkan oleh demam rematik. Demam ini, kata Maizul, akibat infeksi bakteri streptokokus hemolitikus tipe A, yang terjadi pada masa pertumbuhan dan menyebabkan kerusakan pada katup jantung setelah 10 tahun terinfeksi. "Demam ini bisa menyebabkan penyempitan katup," ujarnya. Umumnya, demam rematik yang melanda anak ini kerap tidak ditangani lebih lanjut.

Menurut Dr Nur Haryono, SpJP (K), ahli bedah jantung Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, pasien yang mengalami kelainan atau kerusakan katup jantung lazimnya mengalami gejala sesak napas, cepat lelah, disertai jantung berdebar-debar.

Gejala-gejala tersebut akan mengganggu kinerja empat katup di dalam jantung, yakni trikuspid, mitral, aortik, dan pulmonary, yang fungsinya mengkoordinasi sirkulasi darah ke seluruh tubuh. Secara medis, pada kebanyakan kasus, bedah jantung diperlukan untuk perbaikan dan penggantian salah satu katup yang rusak itu. Penggantinya dapat diambil dari katup buatan yang terbuat dari logam titanium atau jaringan biologis dari hewan.

Operasi katup jantung pertama tercatat pada 1913. Namun, baru pada 1960-an tersedia katup buatan mekanik untuk mengganti yang rusak. Di Indonesia, penggantian jantung mekanik menjadi masalah krusial akibat kondisi ekonomi yang rendah. Pasien banyak yang tidak mampu membeli obat pengencer darah (antikoagulan) buat sepanjang hidupnya. Risiko pemakaian antikoagulan juga tidak main-main. Sebut saja stroke, kecacatan bayi, dan perdarahan.

Didasari situasi itu, perbaikan atau penggantian dengan katup jantung biologis menjadi pilihan yang sesuai. Selain tidak perlu mengkonsumsi pengencer darah seumur hidup, banyak penelitian menunjukkan katup jaringan biologis lebih baik dalam hal angka kematian operasi, durabilitas jangka panjang, fungsi jantung, dan daya tahan.

Belum lagi, menurut dr Tri Wisesa, SpBTKV, spesialis jantung Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, jaringan biologis ramah untuk pasien perempuan. Sebab, pemakaian antikoagulannya disyaratkan hanya tiga bulan. "Apalagi yang mau melahirkan," katanya. Ditambah performa katup jantung bio juga tidak mendapat penolakan dari tubuh, terutama katup generasi terakhir yang diberi antimineralisasi dan teknik preservasi terbaru.

Secara statistik, Tri menyebutkan daya tahan jaringan biologis yang banyak diambil dari sapi dan babi itu lebih panjang. "Maksimal 20 tahun," ia menjelaskan. Keuntungan lain, pasien tidak perlu jauh dari asupan sayuran hijau dan makanan yang mengandung vitamin K. "Berseberangan dengan antikoagulan karena dapat membuat darah membeku," ujarnya.

Lebih jauh pemilihan jenis katup tetap didasarkan pada umur dan jenis kelamin. Maizul mengatakan, apabila jantung itu hanya bocor dan menyempit, bisa ditangani dengan perbaikan. Namun, jika sudah faktor degeneratif, ia patut diganti. Pemasangan katup buatan, baik mekanik maupun biologis, tergolong operasi besar, bisa memakan waktu 3-5 jam. Biayanya berkisar Rp 100 juta. "Mayoritas 90 persen operasi berhasil," ujarnya.

Adapun harga katup bio di pasar, menurut Direktur Operasional PT Reka (agen perusahaan Edwards Lifesciences, Amerika Serikat) Roberts Roby, mencapai Rp 17,6 juta, sedangkan untuk mekaniknya Rp 14,8 juta. Lantas ring untuk perbaikan katup jantung berkisar Rp 6,6 juta. Di Indonesia, kata Roby, orang cenderung memilih katup jantung sapi ketimbang babi. 

- Pemakaian obat antikoagulan hanya 3 bulan (tidak seumur hidup).
- Daya tahan katup dari jaringan biologis lebih lama.
- Pilihan yang lebih pas untuk perempuan.
- Asupan sayuran hijau dan vitamin K tetap dibolehkan.
- Hitungannya lebih ekonomis.

Heru Triyono
http://www.tempointeraktif.com/hg/kesehatan/2008/11/18/brk,20081118-146604,id.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.