Selasa, 22 Desember 2009

Agar Tak Menjelma Cacat

TEMPO Interaktif, Suryaputra, pria paruh baya, warga Tangerang, agak cemas karena terkadang ia tidur mengorok. Apalagi dulu saat diperiksa dokter gula darahnya tinggi, meskipun kini sudah turun. Pasalnya, salah satu tanda stroke adalah tidur dengan mendengkur.

Bagaimana persisnya, Suryaputra menanyakan hal itu dalam talkshow bertema "Diabetes dan Stroke Sebagai Penyebab Kecacatan di Indonesia" pada Sabtu dua pekan lalu di Mal Karawaci, Tangerang. Penyelenggara diskusi itu menghadirkan dr Hermawan Surjadi, SpS, ahli saraf dan stroke Rumah Sakit Mitra Kemayoran, Jakarta, serta dr Sherly Mamangkay, dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang.

Kegiatan yang diikuti sekitar 100 orang berusia 50 tahun ke atas itu digelar oleh PT Kosmojaya Pandu Nusa bersama jajaran Pemerintah Kota Tangerang. Adapun PT Kosmojaya dan PT Fortune Star Indonesia, bagian dari Fortune Star Grup (Osaka, Jepang), merasa peduli mengedukasi masyarakat Indonesia agar mereka dapat tetap sehat, mandiri, dan bahagia hingga batas usianya dengan menyebarluaskan konsep serta solusi kesehatan preventif yang terintegrasi.

Menurut dr Hermawan Surjadi, SpS, kalau mengorok hanya dalam kondisi capek, belum tentu termasuk obstructive sleep apnea alias gangguan tidur terus-menerus, yang merupakan faktor risiko stroke. Yang mengancam adalah bila ngorok rutin dan bunyinya seperti irama "main musik".

Sebelumnya, Hermawan, yang sehari-hari juga menjabat Direktur Medis Karmel Stroke dan Revitalization Centre, menjelaskan bahwa diabetes melitus yang komplikasinya termasuk ke saraf bisa menyebabkan stroke.

"Diabetes melitus perlu dicegah karena penderitanya cepat atau lambat akan mengalami komplikasi yang berujung pada kecacatan," ahli saraf yang pernah memperdalam ilmu di Beijing, Singapura, Irlandia, hingga Ohio, Amerika Serikat, ini menjelaskan. "Di kota-kota besar, stroke telah menjadi penyebab utama kecacatan."

Secara umum, risiko penyakit kardiovaskuler (termasuk stroke) adalah tiga kali lebih besar pada pria dan wanita penderita diabetes bila dibandingkan dengan orang yang non-diabetes melitus. Hingga kini pengidap stroke di Indonesia menempati urutan keempat dunia, setelah India, Cina, dan Amerika.

Dr Sherly Mamangkay mengakui jumlah penderita diabetes melitus di wilayahnya meningkat dari tahun ke tahun. "Sangat mungkin terkait dengan perubahan pola gaya hidup, misalnya konsumsi makanan cepat saji," ujarnya.

Untuk prevalensi penderita diabetes di seluruh Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan pada 2008 mencapai 5,7 persen dari jumlah penduduk atau sekitar 12 juta jiwa. Yang mengejutkan, angka prevalensi pradiabetes mencapai 11persen.

Artinya, jumlah penduduk Indonesia yang terkena diabetes akan mencapai dua lipat dalam beberapa tahun mendatang. Tak pelak, tutur Sherly, bila jajaran Departemen Kesehatan menekankan program terintegrasi dengan berfokus pada pencegahan, di antaranya membuka wawasan untuk penanggulangan. Program edukasi memberikan pengetahuan, meliputi pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi.

Maka Hermawan menekankan deteksi dini diabetes melitus. Apalagi gejala diabetes melitus mungkin baru terjadi setelah 7 tahun terkena diabetes melitus. Salah satunya adalah dengan melakukan skrining bagi yang berisiko, seperti usia di atas 45 tahun, obesitas, riwayat diabetes melitus dalam keluarga, pengidap hipertensi, dan kolesterol tinggi. Bisa juga bila mendapati keluhan seperti berat badan merosot tanpa sebab yang jelas, lemah, gampang kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi (pada pria). Dan tentunya pencegahan lebih utama, misalnya menjalani pola hidup sehat, mengkonsumsi banyak serat, dan mengelola stres.


Komplikasi Diabetes Melitus
- Diabetes melitus perlu dicegah.
Pasalnya, penderita diabetes melitus cepat atau lambat akan mengalami komplikasi yang menuju kecacatan atau kegagalan organ, sehingga memicu besarnya biaya perawatan.
- Komplikasi diabetes melitus:
Saraf -> Neuropati, stroke, dan disfungsi ereksi
Mata -> Retinopati dan kebutaan
Ginjal -> Nefropati dan gagal ginjal
Kardiovaskuler -> Hipertensi, PJK, dan gagal jantung

Pencegahan Diabetes Melitus

A. Pencegahan Primer
- Upaya untuk mencegah timbulnya hiperglikemia adalah menjalani pola hidup sehat
B. Pencegahan Sekunder
- Deteksi dini pengidap diabetes melitus (skrining)
- Edukasi perilaku hidup sehat dan hidup sebagai pengidap diabetes melitus (menjaga gula darah, tensi darah, lemak, berat badan tetap normal, minum obat teratur, serta stop merokok dan minuman alkohol)
- Mencegah komplikasi dini (reversible)
C. Pencegahan Tersier
- Mencegah komplikasi diabetes melitus
- Mencegah progresivitas komplikasi diabetes melitus
- Mencegah kecacatan akibat kegagalan organ
- Edukasi pasien guna meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan diabetesnya.

Faktor Risiko Stroke

- Usia tua
- Punya riwayat keturunan stroke
- Tekanan darah tinggi
- Sakit kencing manis (diabetes)
- Penyakit jantung
- Merokok dan mengkonsumsi narkoba
- Kegemukan dan malas berolahraga

Tanda-tanda Stroke

- Penglihatan mendadak kabur atau gelap pada satu mata atau penglihatan menjadi ganda atau tidak dapat melihat sisi kiri-kanan Anda.
- Mendadak susah berpikir atau tidak mampu mengingat sementara.
- Mulut Anda mendadak miring atau terasa kebas pada separuh wajah.
- Pendengaran mendadak hilang, apalagi disertai kuping berdengung dan pusing berputar.
- Mendadak tidak sadarkan diri dan tidur mengorok.

Sebagian Besar Stroke Dapat Dicegah

- Menjalankan pola hidup sehat
- Memeriksakan diri ke dokter untuk deteksi dini faktor-faktor risiko stroke

Pola Hidup Sehat

- Memenuhi gizi cukup dan berimbang
- Menghindari obesitas
- Hidup aktif dan berolahraga moderat
- Stop merokok, minuman beralkohol, dan narkoba
- Menjalani pola tidur yang baik
- Menyeimbangkan kehidupan sosial dan kehidupan seksual
- Mengelola stres dengan baik
- Keep smile

Sumber: dr Hermawan Surjadi, SpS | Dwi Arjanto
http://www.tempointeraktif.com/hg/kesehatan/2009/12/16/brk,20091216-214069,id.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.