Penulis : Ikarowina Tarigan
STROKE merupakan penyakit yang kerap meninggalkan gejala sisa. Seperti, kelumpuhan anggota gerak, bahkan juga penurunan kemampuan intelektual.
"Stroke tidak sekedar masalah kaki dan tangan, kemampuan intelektual seperti perhatian, bahasa, daya ingat, kemampuan melihat ruang, serta fungsi eksekutif kita juga sangat penting, tetapi yang sering terjadi, sangat banyak pasien yang tidak dievaluasi bahasanya pasca stroke," terang Prof. Dr. Sidiarto Kusumoputro, Sp.S dari Omni Hospital Pulomas di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menurut Sidiarto, stroke bisa terjadi pada belahan otak kiri, pusat berbahasa linguistik, atau belahan otak kanan, pusat komunikasi pragmatik, dan kedua-duanya akan mengganggu kemampuan berkomunikasi. Stroke otak kiri akan menyebabkan terjadinya gangguan bertutur yang dikenal juga dengan afasia. Sedangkan stroke otak kanan akan mengakibatkan gangguan komunikasi pragmatik seperti gerakan dan ekspresi.
Afasia, lanjut Sidiarto, merupakan masalah yang lebih berat dibandingkan dengan masalah menurunnnya daya ingat."Gangguan daya ingat masih bisa dibantu dengan cara mengingatkan, tetapi afasia tidak bisa dibantu dengan cara itu, hal ini karena pasien bukan lupa tetapi kehilangan kemampuan untuk menyebutkan kata." Afasia ini ditandai dengan kehilangan kemampuan membuat konfirmasi serta menyatakan dan membuat kata-kata ujaran.
Stroke otak kanan, terang Sidiarto, merupakan masalah yang lebih berat lagi dibandingkan dengan afasia."Gangguan otak kanan paling sulit diatasi karena melibatkan emosi dan perasaan." Stroke otak kanan ditandai dengan adanya gangguan komunikasi nonverbal berupa tidak adanya intonasi, ekspresi wajah, perubahan wajah, gerak-gerik tangan dan kontak mata saat berbicara, gangguan inisiatif pemberian peluang bicara dan penggunaan kata, gangguan mempertahankan topik pembicaraan, serta gangguan menggunakan bahasa sesuai situasi dan kondisi.
"Stroke otak kanan merupakan fenomena besar, pasien bisa bicara tapi tidak dimengerti, membingungkan dan ngarang," jelas Sidiarto.
Gangguan komunikasi ini, menurut Sidiarto, bisa ditangani dengan terapi holistik, terapi yang memanfaatkan semua kemampuan intelektual yang ada pada pasien dengan memadukan indera-indera tertentu."Kalau terjadi stroke otak kiri maka manfaatkan kemampuan otak kanan, begitu juga sebaliknya, jika pasien tidak bisa bicara maka dapat dilatih dengan pengucapan kata dengan irama, memanfaatkan indera perasanya dengan membiarkannya menyentuh benda atau mencium harumnya."
Terapi ini, lanjut Sidiarto, bisa dilakukan oleh anggota keluarga sesuai dengan mood pasien."Kalau pasien sedang mood, keluarga bisa melakukan terapi, idealnya 1/2 jam sudah cukup."
Jangka waktu pemulihan, menurut Sidiarto, tergantung pada motivasi pasien, luasnya area otak yang mengalami kerusakan, serta cepat lambatnya penanganan.
"Stroke seringkali diidentikkan dengan kaki yang tidak bisa jalan, padahal ada masalah gangguan berkomunikasi yang tidak kalah pentingnya dan makin cepat ditindaklanjuti akan makin baik."
http://www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/index.php/read/2009/04/04/1099/2/Waspadai_Gangguan_Berbahasa_Paska_Stroke
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.