Sabtu, 03 April 2010

Sebuah Lubang di Jantung si Mungil

RIFQI Ibra Saputro seorang anak biasa. Usianya baru 1 tahun 7 bulan. Tapi ia lahir ke bumi dengan kondisi tak lazim. Jantung, organ penting yang tersimpan di dada kirinya, memang berdegup. Tapi darah yang terpompa tidak mencapai paru-paru.

Orang tua Rifqi, Saputro Eko Rahardjo dan Atika Rona, tak menangkap sesuatu yang aneh kecuali warna kebiruan di sekujur tubuhnya. Tapi kalangan kedokteran menyebutnya complete affect ventricular septal defect (CAVSD), satu dari sekian banyak kelainan jantung sejak lahir. Pertumbuhan Rifqi tidak sempurna.

Hingga pekan lalu, berat badannya sekitar 8 kilogram-jauh di bawah berat normal anak seusianya. Sesudah operasi, keadaannya membaik, tapi ia belum mampu jalan. Alkisah, dalam jantung si kecil terdapat sebuah keanehan: lubang besar di antara dua bagian jantung yang semestinya terpisah-antara bilik kanan (bagian pemompa darah ke luar jantung) dan bilik kiri; antara serambi (penerima darah) kanan dan serambi kiri.

Sembarut biru pada tubuh Rifqi adalah tanda bercampurnya darah bersih yang mengangkut oksigen (O2) dan darah kotor yang mengandung banyak karbon dioksida (CO2). Pasangan Saputro-Atika tidak pernah menaruh curiga pada jantung sang anak. Malah, ketika Rifqi menginjak usia 5 bulan, mereka sempat membawanya ke dokter gizi.

Waktu itu, bayi Rifqi ngambek: mogok makan, menolak air susu ibu. Dokter gizi tak menangkap keanehan dalam tubuh mungil Rifqi. Tapi, demi keamanan pasien, ia merekomendasikan Rifqi ke dokter jantung. Mereka terkejut bukan buatan setelah melihat hasil ekokardiografi. Rifqi menderita CAVSD.

Lebih terkejut mereka tatkala mendengar biaya operasi yang harus ditanggung kemudian: Rp 50 juta. Keluarga Saputro bukan orang berada. Rumah mereka kecil, di permukiman yang padat di kawasan Utan Kayu, Jakarta Timur-tepatnya di dekat kolong jembatan layang Cawang-Tanjung Priok.

Saputro, tulang punggung keluarga kecil tersebut, dalam keadaan menganggur kala dokter menyebut besarnya ongkos pengobatan. Penyakit jantung bawaan-sebagaimana yang diderita Rifqi-tentu tidak cuma terjadi di negeri ini. Dari seribu kelahiran normal di dunia, terdapat 10 bayi yang lahir dengan cacat jantung bawaan.

Indonesia patut mendapat perhatian khusus karena, menurut Dr. Jusuf Rahmat, Kepala Unit Bedah Jantung Anak Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta, pasien sulit mendapatkan terapi yang pantas. Ada 40 ribu bayi lahir dengan kelainan jantung, tapi hanya 600 kasus yang tertangani setiap tahun-artinya 2,4 persen. Sisanya meninggal atau sementara waktu harus bertahan dengan jantung tak sempurna.

Uang bisa memperbaiki katup jantung yang bocor, sekat bilik ataupun serambi yang berlubang, detak jantung yang tak teratur, atau kelainan pembuluh aorta. Tapi mayoritas (60 persen) penderita jantung bawaan di sini berasal dari kalangan menengah bawah. Dr. Fathema Djan S.P., ahli bedah jantung Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, mengakui hal itu. "Terlihat dari kartu sehat (dibagikan pemerintah) dan askes yang mereka bawa," kata Fathema. "Karena faktor gizi," kata Jusuf Rahmat dalam kesempatan lain.

Rifqi sendiri, sejak divonis menderita CAVSD, harus menunggu sekitar 8 bulan untuk mendapatkan operasi yang membebaskan itu. Saputro dan Atika sempat menyerah pasrah, sampai akhirnya sebuah yayasan justru mengulurkan tangan untuk menanggung ongkos operasi.

Ada sejumlah yayasan-sebutlah Children's Heart Correction Fund (CHCF) atau Yayasan Jantung Indonesia-yang punya perhatian ekstra terhadap penanganan kasus jantung bawaan. Mereka mendapat dana dari kalangan perorangan dan perusahaan yang peduli.

Tapi, Jusuf menggarisbawahi, kalangan penyandang dana amat selektif mengucurkan dana. "Prioritas diberikan kepada anak yang memiliki harapan hidup dan tingkat keberhasilan operasi tinggi," katanya. Uang sangat menentukan, tapi bukan segala-galanya dalam terapi kelainan jantung bawaan ini.

Atika, ibu Rifqi, menyayangkan pengetahuannya yang sempit tentang perkembangan janin. Sewaktu kandungannya berumur tiga bulan, ia punya kebiasaan buruk. "Saya memang tanpa sengaja minum puyer sakit kepala saat kandungan delapan minggu," katanya jujur. Pada saat itu, jantung terbentuk perlahan.

Proses pembentukan ini bisa berlangsung sempurna, mulus, tapi bisa pula terganggu, terputus, di tengah jalan. Dan kedokteran modern dapat mendeteksi perkembangan bayi di saat awal pembentukan hingga menjelang kelahiran. Atika mungkin bisa berhenti minum puyer antisakit kepala saat itu, tapi apa yang akan dilakukannya jika janinnya tetap mengidap kelainan? Indonesia negara dengan sejuta masalah kesehatan: kurang dana, kurang perlengkapan medis, dan kurang tenaga terampil pada bidang ini.

Dr. Fathema mengeluhkan tingginya pajak impor alat-alat operasi jantung. Pemerintah memasukkan bahan medis ke golongan barang mewah. Bahan dan alat operasi jantung hanya bersifat sekali pakai (disposable) dan itu masih harus diimpor dari Jepang, katanya. Dr. Jusuf bercerita tentang kebutuhan tenaga. Empat puluh ribu bayi yang lahir dengan kelainan jantung bawaan seharusnya mendapat penanganan dari 500 orang dokter ahli.

Namun Indonesia, yang padat penduduk, saat ini hanya memiliki dua dokter ahli bedah jantung anak dan 24 ahli bedah jantung. Mereka hanya tersebar di kota besar: Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan. Tentu tidak semua penyakit jantung bawaan harus dioperasi. Jantung berlubang (ventricular septal defect) kecil, misalnya, tidak perlu dioperasi.

Tapi kasus seperti Rifqi tidak sesederhana itu dan harus segera diintervensi dengan pembedahan. Rifqi anak yang beruntung. Di dada kirinya masih tertoreh luka bekas jahitan operasi. Tapi, sejak operasi dua bulan lalu itu, bobot tubuhnya telah bertambah 1 kilogram. Tubuhnya tak lagi kebiruan. Banyak bayi dengan gangguan jantung bawaan yang bernasib malang. Tapi kini Rifqi mulai sering ngoceh, tumbuh ceria seperti anak normal umumnya. Ia punya jantung yang berdegup normal, dan punya masa depan.

Endah W.S.
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/05/12/KSH/mbm.20030512.KSH87456.id.html

Sayangi Jantung, Awasi Kolesterol

Meskipun kerap menjadi penyebab penyakit-penyakit menahun, bukan berarti tubuh tidak membutuhkan kolesterol sama sekali.

Penyakit jantung koroner masih menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2008 menyebutkan, penyakit jantung koroner telah membunuh 7,2 juta orang di seluruh dunia.

Di Indonesia, berdasarkan data Yayasan Jantung Indonesia, penyakit jantung juga masih menjadi pembunuh nomor satu, baik bagi pria maupun wanita. Bila sebelumnya pria lebih berisiko menderita sakit jantung, kini wanita berisiko sama besarnya dengan pria.

Jumlah penderita jantung pada wanita lebih banyak daripada laki-laki, dengan persentase satu banding setengah. Diperkirakan, perbandingan ini akan meningkat menjadi dua banding satu.Tingkat stres yang tinggi pada wanita bekerja, banyaknya wanita merokok, dan kesibukan yang tinggi sehingga kekurangan waktu untuk berolahraga, diperkirakan menjadi faktor semakin banyaknya wanita yang menderita penyakit jantung.Penyakit jantung, khususnya jantung koroner, masih menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup manusia.

WHO memperkirakan angka kematian akibat penyakit ini akan terus meningkat hingga 2020, terlebih di negara berkembang seperti Indonesia. WHO juga memprediksi, pada 2020 pasien kardiovaskular yang meninggal dunia akan mencapai 18 juta orang, khusus di negara berkembang saja.

Sedangkan di negara-negara maju, angka kematian akibat penyakit jantung 'hanya' sembilan juta orang.`'Salah satu penyebab seseorang menderita penyakit jantung adalah terlalu banyak mengonsumsi kolesterol yang dapat menyumbat pembuluh darah di jantung,'' ujar dr M Ikhsan Mokoagow M Med Sci, dari FKUI.

http://koran.republika.co.id/koran/61/91322/Sayangi_Jantung_Awasi_Kolesterol

Pre-eklampsia Berhubungan dengan Penyakit Jantung

LONDON -- Salah satu tabir tentang penyakit pre-eklampsia akhirnya terbuka sudah. Penyakit yang menyerang ibu hamil ini ternyata berkaitan erat dengan penyakit jantung. Para peneliti dari London's Institute for Women's Health akhirnya berhasil menemukan bukti-bukti baru yang mengaitkan kedua penyakit tersebut.

Penelitian yang dipublikasikan dalam British Medical Journal ini menyebutkan bahwa perempuan dengan sejarah pre-eklampsia memiliki risiko yang jauh lebih besar untuk menderita penyakit jantung.

http://www.arsip.net/id/link.php?lh=AVMFVgNXA14M

Menu Seimbang bagi Jantung

JANGAN salah sangka, penyakit jantung koroner bukanlah penyakit masa kini. Sekelompok tim peneliti Inggris Januari lalu melaporkan temuannya di jurnal kedokteran terkemuka, Lancet: penyakit itu pun telah ada pada zaman Mesir kuno.

Pada sesosok mumi yang berumur lebih dari 3.500 tahun, mereka menemukan beberapa jejak penyakit jantung koroner, antara lain pengapuran (aterosklerosis) pada pembuluh darah. Memang tak jelas apakah sang mumi-tentu datang dari kalangan bangsawan-di masa hidupnya menganut gaya hidup modern, misalnya sedikit gerak, stres tinggi, dan makanan berlimpah lemak. Yang jelas, para ahli telah sepakat bahwa gaya hidup modernlah yang membuat jantung tak lagi tokcer, dan rawan penyakit.

Sejalan dengan makin besarnya penganut gaya hidup modern, penyakit jantung koroner kini menjadi momok kesehatan yang utama. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, 7,2 juta jiwa di seluruh dunia melayang setiap tahun akibat penyakit sepanjang zaman itu. Meskipun tak ada data rinci, Departemen Kesehatan memastikan bahwa penyakit jantung juga merupakan penyebab kematian utama di Indonesia.

Menyimak laju agresif penyakit jantung, agaknya tak ada cara yang lebih ampuh daripada upaya pencegahan. Hal itu diingatkan kembali dalam peringatan Hari Jantung Se-dunia, yang diperingati setiap 30 September. Resep menjaga kesehatan jantung itu sendiri sebenarnya klasik: giat berolahraga, mengendalikan stres, menyingkirkan rokok, dan menjaga menu seimbang.

Kali ini, Yayasan Jantung Indonesia memberi tekanan yang lebih penting pada soal menjaga menu seimbang. Menjaga menu seimbang, menurut Harmani Kalim, dokter ahli jantung Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta, jauh lebih berguna ketimbang mengonsumsi suplemen makanan, semahal apa pun. Memang, sekarang ini perusahaan farmasi membanjiri pasar dengan ratusan suplemen makanan untuk jantung, misalnya penurun kolesterol, penurun tekanan darah, dan pelancar sirkulasi darah.

Tak hanya itu, makanan tradisional seperti jamur kombu pun turut meramaikan pasar. Masalahnya, seperti apa sebetulnya menu seimbang bagi penderita jantung, terutama yang pas buat orang Indonesia? Jawaban yang mendetail memang belum tersedia karena panduan nutrisi umumnya berdasar kondisi masyarakat Barat. Padahal orang Barat lebih banyak menyantap lemak dan protein hewani, yang kalorinya pas bagi iklim, aktivitas, dan postur tubuh mereka.

Nah, bila orang Indonesia sekadar mengekor pola konsumsi masyarakat Barat, yang terjadi justru penumpukan lemak yang tak diperlukan tubuh. Akibatnya, kadar kolesterol meningkat, dinding pembuluh darah menebal, dan muncul aterosklerosis yang rawan terhadap penyakit jantung koroner. Untuk itulah, "Kita butuh panduan pola makan ideal yang khas Indonesia," kata Harmani.

Yayasan Jantung Indonesia pun sadar akan perlunya panduan nutrisi khas negeri ini. Menurut Sekretaris Jenderal Yayasan Jantung Indonesia, Masino, panduan itu kini tengah dirancang oleh sebuah tim yang terdiri dari ahli kardiologi dan pakar gizi. Dalam panduan ini, para ahli akan mengukur kadar gizi beragam makanan khas Indonesia, seperti tahu, tempe, oncom, dan emping.

Namun, lepas dari pola makan, pembuluh darah memang menebal seiring bertambahnya usia. Setiap tahun, pembuluh darah menebal tiga persen saat kita memasuki usia 20 tahun. Karena itu, Harmani menyarankan check-up rutin agar laju penebalan pembuluh darah bisa dihambat, baik melalui diet ketat maupun dengan obat-obatan. Langkah ini terutama berguna bagi mereka yang berusia di atas 45 tahun, yang irama metabolismenya sudah mulai mengendur.

Suara senada muncul dari Winarto, ahli tanaman obat yang mengelola Klinik Herbal Karyasari, Jakarta. "Jantung orang berusia di atas 45 tahun butuh perhatian yang lebih khusus," katanya. Caranya cukup gampang, makanlah (seperti lalapan) tiga lembar daun dewa (Gynura segetum) setiap sore. Tanaman yang sepintas seperti semak liar ini dikenal berkhasiat sebagai antipenggumpalan darah dan melancarkan sirkulasi darah. Dengan daun dewa, menurut Winarto, timbunan lemak pada dinding pembuluh darah akan tergusur dan darah kembali mengalir lancar.

Tapi, sekali lagi, tanaman obat saja tak berguna bagi jantung bila si pengguna mengabaikan gaya hidup sehat. Resep klasik rajin berolahraga, makan dengan menu seimbang, dan pintar mengendalikan stres tetap berlaku. Mardiyah Chamim

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2001/10/01/KSH/mbm.20011001.KSH83864.id.html

Katup Jantung nan Ramah

TEMPO Interaktif, Jakarta: Lili, 42 tahun, meski berlabel guru olahraga, tak banyak bergerak. Ia lebih banyak mengeluarkan suara nyaring memerintahkan murid-muridnya melakukan gerakan yang benar saat kelompok remaja yang duduk di sekolah menengah itu tengah bersenam, bermain basket, memukul bola softball, ataupun berlari. Para murid sudah mafhum karena guru perempuan itu dikabarkan menderita kelainan pada katup jantungnya sehingga sering cepat lelah. Ini kejadian puluhan tahun lalu dan ternyata hingga sekarang jumlah penderitanya tak kunjung surut.

Tak satu pun murid itu paham pemicu derita sang guru. Selain tak berani bertanya, penyebab penyakit ini memang beragam. Mulai kebiasaan merokok, penggunaan obat terlarang (narkoba), hingga faktor usia (degeneratif). Namun, ahli bedah jantung Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, dr Maizul Anwar, SpBTKV, menyatakan 60 persen kasus kelainan katup jantung disebabkan oleh demam rematik. Demam ini, kata Maizul, akibat infeksi bakteri streptokokus hemolitikus tipe A, yang terjadi pada masa pertumbuhan dan menyebabkan kerusakan pada katup jantung setelah 10 tahun terinfeksi. "Demam ini bisa menyebabkan penyempitan katup," ujarnya. Umumnya, demam rematik yang melanda anak ini kerap tidak ditangani lebih lanjut.

Menurut Dr Nur Haryono, SpJP (K), ahli bedah jantung Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, pasien yang mengalami kelainan atau kerusakan katup jantung lazimnya mengalami gejala sesak napas, cepat lelah, disertai jantung berdebar-debar.

Gejala-gejala tersebut akan mengganggu kinerja empat katup di dalam jantung, yakni trikuspid, mitral, aortik, dan pulmonary, yang fungsinya mengkoordinasi sirkulasi darah ke seluruh tubuh. Secara medis, pada kebanyakan kasus, bedah jantung diperlukan untuk perbaikan dan penggantian salah satu katup yang rusak itu. Penggantinya dapat diambil dari katup buatan yang terbuat dari logam titanium atau jaringan biologis dari hewan.

Operasi katup jantung pertama tercatat pada 1913. Namun, baru pada 1960-an tersedia katup buatan mekanik untuk mengganti yang rusak. Di Indonesia, penggantian jantung mekanik menjadi masalah krusial akibat kondisi ekonomi yang rendah. Pasien banyak yang tidak mampu membeli obat pengencer darah (antikoagulan) buat sepanjang hidupnya. Risiko pemakaian antikoagulan juga tidak main-main. Sebut saja stroke, kecacatan bayi, dan perdarahan.

Didasari situasi itu, perbaikan atau penggantian dengan katup jantung biologis menjadi pilihan yang sesuai. Selain tidak perlu mengkonsumsi pengencer darah seumur hidup, banyak penelitian menunjukkan katup jaringan biologis lebih baik dalam hal angka kematian operasi, durabilitas jangka panjang, fungsi jantung, dan daya tahan.

Belum lagi, menurut dr Tri Wisesa, SpBTKV, spesialis jantung Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, jaringan biologis ramah untuk pasien perempuan. Sebab, pemakaian antikoagulannya disyaratkan hanya tiga bulan. "Apalagi yang mau melahirkan," katanya. Ditambah performa katup jantung bio juga tidak mendapat penolakan dari tubuh, terutama katup generasi terakhir yang diberi antimineralisasi dan teknik preservasi terbaru.

Secara statistik, Tri menyebutkan daya tahan jaringan biologis yang banyak diambil dari sapi dan babi itu lebih panjang. "Maksimal 20 tahun," ia menjelaskan. Keuntungan lain, pasien tidak perlu jauh dari asupan sayuran hijau dan makanan yang mengandung vitamin K. "Berseberangan dengan antikoagulan karena dapat membuat darah membeku," ujarnya.

Lebih jauh pemilihan jenis katup tetap didasarkan pada umur dan jenis kelamin. Maizul mengatakan, apabila jantung itu hanya bocor dan menyempit, bisa ditangani dengan perbaikan. Namun, jika sudah faktor degeneratif, ia patut diganti. Pemasangan katup buatan, baik mekanik maupun biologis, tergolong operasi besar, bisa memakan waktu 3-5 jam. Biayanya berkisar Rp 100 juta. "Mayoritas 90 persen operasi berhasil," ujarnya.

Adapun harga katup bio di pasar, menurut Direktur Operasional PT Reka (agen perusahaan Edwards Lifesciences, Amerika Serikat) Roberts Roby, mencapai Rp 17,6 juta, sedangkan untuk mekaniknya Rp 14,8 juta. Lantas ring untuk perbaikan katup jantung berkisar Rp 6,6 juta. Di Indonesia, kata Roby, orang cenderung memilih katup jantung sapi ketimbang babi. 

- Pemakaian obat antikoagulan hanya 3 bulan (tidak seumur hidup).
- Daya tahan katup dari jaringan biologis lebih lama.
- Pilihan yang lebih pas untuk perempuan.
- Asupan sayuran hijau dan vitamin K tetap dibolehkan.
- Hitungannya lebih ekonomis.

Heru Triyono
http://www.tempointeraktif.com/hg/kesehatan/2008/11/18/brk,20081118-146604,id.html

Baru 5 Persen Penderita Jantung Bawaan Tertangani

YOGYAKARTA - Sampai saat ini fasilitas untuk menangani pasien anak yang menderita penyakit jantung bawaan, terutama yang perlu operasi masih sangat kurang. Padahal setiap tahun di Indonesia ada sekitar 45 ribu anak yang menderita jantung bawaan dan 50 persennya perlu operasi.

Hal itu dikemukakan Guru Besar Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Konsultan Jantung Anak, Prof Sudigdo Sastroasmoro, Selasa (8/5).

http://www.arsip.net/id/link.php?lh=BFlZXAwFUVNX