Abu Zubair meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Setiap penyakit ada obatnya. Jika obat yang tepat diberikan dengan izin Allah, penyakit itu akan sembuh".

(HR. Muslim, Ahmad dan Hakim).

Selasa, 18 Maret 2008

Darah

Plasma
Volume darah yang 5 hingga 5,5 liter pada orang dewasa terdiri dari 42-45% eritrosit, kurang dari 1% leukosit dan trombosit, dan 55-58% plasma. Persentase volume darah total yang ditempati oleh eritrosit dikenal sebagai hematokrit. Plasma adalah suatu cairan kompleks yang berfungsi sebagai medium transportasi untuk zat-zat yang diangkut dalam darah. Semua konstituen plasma dapat berdifusi bebas menembus dinding kapiler kecuali protein plasma, yang tetap berada di dalam plasma dan melakukan berbagai fungsi.

Eritrosit
Eritrosit (sel darah merah) memiliki fungsi khusus mengangkut O2 dalam darah. Eritrosit tidak memiliki nukleus, organel, atau ribosom, tetapi dipenuhi oleh hemoglobin, yaitu molekul mengandung besi yang dapat berikatan dengan O2 secara longgar dan reversibel. Karena O2 sukar larut dalam darah, hemoglobin merupakan pengangkut satu-satunya O2 dalam darah. Hemoglobin juga berperan dalam transportasi CO2 dan sebagai penyangga darah dengan berikatan secara reversibel dengan CO2 dan H+. Karena tidak mampu mengganti komponen-komponennya, eritrosit memiliki usia yang terbatas, yaitu sekitar 120 hari. Sel-sel bakal yang belum berdiferensiasi di sumsum tulang membentuk semua unsur sel darah. Produksi eritrosit (eritropoiesis) oleh sumsum tulang dalam keadaan normal seimbang dengan kecepatan lenyapnya eritrosit, sehingga hitung sel darah merah konstan. Eritropoiesis dirangsang oleh eritropoietin, hormon yang dikeluarkan ginjal sebagai respons terhadap penurunan penyaluran O2.
Leukosit
Leukosit (sel darah putih) adalah unit pertahanan tubuh. Sel ini menyerang benda asing yang masuk, menghancurkan sel abnormal yang muncul di dalam tubuh, dan membersihkan debris sel. Terdapat lima jenis leukosit, yang masing-masing memiliki tugas berbeda: (1) Neutrofil, spesialis fagositik, yang penting untuk memakan bakteri dan debris. (2) Eosinofil yang mengkhususkan diri menyerang cacing parasitik dan berperan penting dalam reaksi alergi. (3) Basofil yang mengeluarkan dua zat kimia: histamin, yang juga penting dalam respons alergi, dan heparin membantu membersihkan partikel lemak dari darah. (4) Monosit, yang setelah keluar dari pembuluh kemudian berdiam di jaringan dan membesar untuk menjadi fagosit jaringan yang dikenal sebagai makrofag. (5) Limfosit yang membentuk pertahanan tubuh terhadap invasi bakteri, virus, dan sasaran lain yang telah diprogramkan untuknya. Perangkat pertahanan yang dimiliki limfosit antara lain adalah antibodi dan respons imun seluler. Leukosit terdapat di dalam darah hanya sewaktu transit dari tempat produksi dan penyimpanan di sumsum tulang (dan juga organ-organ limfoid untuk limfosit) dan tempat kerjanya di jaringan. Setap saat, sebagian besar leukosit berada di luar darah di jaringan untuk tugas patroli atau bertempur. Semua leukosit memiliki rentan usia yang terbatas dan harus diganti melalui diferensiasi dan proliferasi sel-sel prekursor. Jumlah total dan persentase setiap jenis leukosit yang diproduksi bergantung pada kebutuhan pertahanan sesaat tubuh.

Trombosit dan Hemostasis
Trombosit adalah fragmen sel yang berasal dari megakariosit besar di sumsum tulang. Trombosit berperan penting dalam hemostasis, penghentian perdarahan dari pembuluh yang cedera. Tiga langkah utama pada hemostasis adalah (1) spasme vaskuler, (2) pembentukan sumbat trombosit, dan (3) pembentukan bekuan. Spasme vaskuler mengurangi aliran darah melalui pembuluh yang cedera, sementara agregasi trombosit di tempat cedera pembuluh dengan cepat menambal defek yang terjadi. Trombosit mulai berkumpul apabila berkontak dengan kolagen di dinding pembuluh yang rusak. Pembentukan bekuan (koagulasi darah) memperkuat sumbat trombosit dan mengubah darah di sekitar tempat cedera menjadi suatu gel yang tidak mengalir. Sebagian besar faktor yang diperlukan untuk pembekuan darah selalu terdapat di dalam plasma dalam bentuk prekursor inaktif. Sewaktu pembuluh mengalami cedera, kolagen yang terpapat kemudian mengawali reaksi berjenjang yang melibatkan pengaktifan suksesif faktor-faktor pembekuan tersebut, yang akhirnya mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Fibrin, suatu molekul berbentuk benang yang tidak larut, ditebarkan membentuk jaring bekuan; jaring ini kemudian menangkap sel-sel darah dan menyempurnakan pembentukan bekuan. Darah yang telah keluar ke dalam jaringan juga mengalami koagulasi setelah bertemu dengan tromboplastin jaringan, yang juga memungkinkan terjadinya proses pembekuan. Jika tidak lagi diperlukan, bekuan darah dilarutkan oleh plasmin, suatu faktor fibrinolitik yang juga diaktifkan apabila berkontak dengan kolagen.

Referensi

Renkin, E. M., and C. C. Michel, eds. Microcirculation. New
York: Oxford University Press, 1984.

Pembuluh Darah dan Tekanan Darah

Pendahuluan
Jaringan pembuluh darah, yang menghubungkan berbagai bagian tubuh satu sama lain dan dengan lingkungan eksternal, memungkinkan terjadinya pertukaran berbagai bahan. Organ-organ yang mengisi kembali nutrien dan mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme dari darah menerima persentase curah jantung yang lebih besar daripada yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik mereka. Organ-organ “pembaharu” (reconditioning) ini dapat lebih tahan terhadap penurunan aliran darah daripada organ-organ yang menerima darah semata-mata untuk memenuhi kebutuhan metabolisme mereka. Otak sangat rentan terhadap penurunan aliran darah. Dengan demikian, pemeliharaan alirah darah yang adekuat ke organ rentan ini merupakan salah satu prioritas tertinggi dalam fungsi sirkulasi.
Darah mengalir dalam lengkung tertutup antara jantung dan jaringan. Arteri mengangkut darah dari jantung ke seluruh tubuh. Arteriol mengatur jumlah darah yang mengalir ke setiap organ. Kapiler adalah tempat pertukaran bahan yang sebenarnya antara darah dan jaringan di sekitarnya. Vena mengembalikan darah dari jaringan ke jantung.
Laju aliran darah melalui sebuah pembuluh berbanding lurus dengan gradien tekanan dan berbanding terbalik dengan resistensi. Tekanan di awal pembuluh darah yang lebih tinggi terbentuk oleh tekanan yang ditimbulkan kontraksi jantung pada darah. Tekanan yang lebih rendah di akhir pembuluh disebabkan oleh gesekan antara darah yang mengalir dengan dinding pembuluh. Resistensi, rintangan aliran darah melalui suatu pembuluh, terutama dipengaruhi oleh jari-jari pembuluh. Resistensi berbanding terbalik dengan jari-jari pangkat empat, sehingga sedikit perubahan pada jari-jari sangat mempengaruhi aliran. Apabila jari-jari meningkat, resistensi menurun, dan aliran meningkat.

Arteri
Arteri adalah jalur berjari-jari besar dan beresistensi rendah yang berjalan dari jantung ke jaringan dan juga berfungsi sebagai reservoir tekanan. Karena elastisitas mereka, arteri-arteri dapat melebar untuk mengakomodasi tambahan volume darah yang dipompa ke dalamnya oleh kontraksi jantung dan kemudian menciut kembali untuk terus mendorong darah sewaktu jantung berelaksasi.
Tekanan sistolik adalah tekanan puncak yang ditimbulkan oleh darah yang disemprotkan pada dinding pembuluh selama sistol jantung. Tekanan diastolik adalah tekanan minimum di arteri sewaktu darah mengalir ke luar untuk memasuki pembuluh-pembuluh di sebelah hilir selama diastol jantung.
Tekanan rata-rata yang mendorong darah selama seluruh siklus jantung adalah tekanan arteri rata-rata, yang dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus berikut: tekanan arteri rata-rata = tekanan diastolik + (1/3 x tekanan nadi).

Arteriol
Arteriol adalah pembuluh resistensi utama. Resistensi mereka yang tinggi menyebabkan penurunan drastis tekanan rata-rata antara arteri dan kapiler. Penurunan ini meningkatkan aliran darah dengan berperan menimbulkan perbedaan tekanan antara jantung dan jaringan. Setiap saat tonus arteriol, aktivitas kontraktil dasar, dipertahankan. Vasodilatasi arteriol, yaitu pengembangan kaliber arteriol melebihi tingkat tonus ini, menurunkan resistensi, dan meningkatkan aliran darah melalui pembuluh, sedangkan vasokontriksi, yaitu penyempitan pembuluh, meningkatkan resistensi, dan menurunkan aliran.
Kaliber arteriol dipengaruhi oleh dua jenis mekanisme kontrol: kontrol lokal (intrinsik) dan ekstrinsik. Kontrol lokal melibatkan perubahan kimiawi lokal yang berkaitan dengan perubahan tingkat aktivitas metabolisme jaringan; kontrol ini langsung bekerja pada otot polos arteriol di sekitarnya untuk menginduksi perubahan kaliber arteriol yang memperdarahi jaringan. Dengan mengatur resistensi terhadap aliran darah melalui cara ini, mekanisme kontrol lokal menyesuaikan aliran darah ke jaringan untuk mencocokkan kebutuhan metabolik jaringan setiap saat. Penyesuaian kaliber arteriol dapat dilakukan secara independen di berbagai jaringan oleh fakto-faktor kontrol lokal. Penyesuaian seperti itu penting dalam penentuan distribusi curah jantung.
Kontrol ekstrinsik dilakukan terutama oleh pengaruh saraf simpatis dan, dengan tingkat yang lebih kecil, oleh pengaruh hormon pada otot polos arteriol. Kontrol ekstrinsik penting dalam mempertahankan tekanan darah arteri rata-rata. Arteriol banyak mendapat persarafan simpatis, yang peningkatan aktivitasnya menimbulkan vasokontriksi umum dan peningkatan tekanan arteri rata-rata. Penurunan aktivitas simpatis menyebabkan vasodilatasi arteriol umum, yang menurunkan tekanan arteri rata-rata. Penyesuaian-penyesuaian kaliber arteriol yang dikontrol secara ekstrinsik ini membantu mempertahankan tekanan yang sesuai untuk mendorong darah ke arah jaringan.

Kapiler
Kapiler, yang berdinding tipis, berjari-jari kecil, dan bercabang-cabang secara ekstensif ini, ideal untuk berfungsi sebagai tempat pertukaran antara darah dan jaringan di sekitarnya. Secara anatomis, di kapiler luas permukaan untuk pertukaran dimaksimalkan dan jarak difusi diminimalkan. Selain itu, karena total luas potongan melintang kapiler yang besar, kecepatan darah mengalir melalui pembuluh tersebut relatif lambat, sehingga tersedia waktu yang cukup untuk terjadinya pertukaran.
Terdapat dua jenis pertukaran pasif-difus dan bulk flow-menembus dinding kapiler. Tiap-tiap zat terlarut terutama dipertukarkan melalui proses difusi mengikuti penurunan gradien konsentrasi. Zat-zat larut lemak langsung menembus sel-sel endotel. Protein plasma umumnya tidak dapat keluar kapiler.
Ketidakseimbangan gaya-gaya fisik yang bekerja pada dinding kapiler menimbulkan bulk flow cairan melalui pori-pori keluar masuk antara plasma dan cairan interstisium. Cairan terdorong ke luar di bagian pertama kapiler (ultra-filtrasi) tempat tekanan ke arah luar (terutama tekanan osmotik koloid plasma). Cairan dikembalikan ke kapiler di sepanjang separuh terakhir sewaktu tekanan je arah luar turun di bawah tekanan ke arah dalam. Penyebab pergeseran keseimbangan di sepanjang kapiler ini adalah penurunan kontinu tekanan darah kapiler sementara tekanan osmotik koloid plasma tidak berubah. Bulk flow berperan dalam distribusi cairan ekstrasel antara plasma dan cairan interstisium.
Dalam keadaan normal, cairan yang difiltrasi sedikit lebih banyak daripada yang direabsorpsi. Kelebihan cairan ini, setiap protein yang bocor, dan kontaminan jaringan, misalnya bakteri diserap oleh sistem limfe. Bakteri dihancurkan sewaktu limfe melewati kelenjar limfe dalam perjalanan kembali ke sistem vena.
Vena
Vena adalah saluran berjari-jari besar dan beresistensi rendah yang mengembalikan darah dari jaringan ke jantung. Selain itu, sistem pembuluh ini dapat mengakomodasi berbagai volume darah, sehingga berfungsi sebagai reservoir darah. Kapasitas sistem vena menampung darah dapat berubah-ubah secara mencolok hanya dengan sedikit perubahan tekanan vena. Vena adalah pembuluh berdinding tipis yang mudah diregangkan secara pasif untuk menampung darah dalam jumlah besar.
Gaya primer yang berperan mendorong aliran vena adalah gradien tekanan antara vena dan atrium (yaitu, sisa tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi jantung pada darah). Aliran vena ditingkatkan oleh vasokontriksi vena yang diinduksi oleh saraf simpatis dan oleh kompresi eksternal akibat kontraksi otot-otot rangka disekitarnya, keduanya mendorong darah ke luar vena menuju jantung. Katup-katup vena satu-arah memastikan bahwa darah dialirkan ke arah jantung dan tidak mengalir balik ke jaringan. Aliran vena juga ditingkatkan oleh pompa pernapasan dan efek penghisapan jantung. Aktivitas pernapasan menimbulkan tekanan di rongga dada yang lebih rendah daripada tekanan atmosfer, sehingga terbentuk suatu gradien tekanan eksternal yang meningkatkan aliran darah dari vena-vena di bagian bawah yang terpajan ke tekanan atmosfer ke vena-vena dada yang mengalirkan darah ke jantung. Selain itu, tekanan yang sedikit negatif di dalam atrium pada saat sistol ventrikel juga menghasilkan efek menghisap yang semakin meningkatkan aliran balik vena dan mempermudah pengisian jantung.

Tekanan Darah
Pengaturan tekanan arteri rata-rata bergantung pada kontrol dua penentu utamanya, yakni curah jantung dan resistensi perifer total. Kontrol curah jantung, pada gilirannya, bergantung pada pengaturan kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup, sementara resistensi perifer total terutama ditentukan oleh derajat vasokontriksi arteriol. Pengaturan jangka pendek tekanan darah dilakukan terutama oleh refleks baroreseptor. Baroreseptor sinus karotikus dan lengkung aorta secara terus menerus memantau tekanan arteri rata-rata. Jika keduanya mendeteksi adanya penyimpangan dari normal, keduanya memberi sinyal pusat kardiovaskuler medula, yang berespons dengan menyesuaikan keluaran otonom ke jantung dan pembuluh darah untuk memulihkan tekanan darah ke tingkat normal. Kontrol jangka panjang tekanan darah melibatkan pemeliharaan volume plasma yang sesuai melalui kontrol keseimbangan garam dan air oleh ginjal.
Tekanan darah dapat lebih tinggi (hipertensi) atau lebih rendah (hipotensi) dari normal. Hipotensi berat berkepanjangan yang menyebabkan penyaluran darah ke seluruh jaringan tidak adekuat dikenal sebagai syok sirkulasi.

Referensi

Goerke, J., and A. H. Mines. Cardiovascular Physiology.
New York: Raven Press, 1988.

Fisiologi Jantung

Gambaran Anatomis
Jantung pada dasarnya adalah suatu pompa ganda yang menghasilkan tekanan pendorong agar darah mengalir melalui sirkulasi paru dan sirkulasi sistemik. Jantung memiliki empat bilik: setiap belahan terdiri dari sebuah atrium, atau bilik masukan vena, dan sebuah ventrikel, atau bilik keluaran arteri. Empat katup jantung mengalirkan darah dalam arah yang sesuai dan mencegah darah mengalir dalam arah yang berlawanan. Jantung bersifat self-excitable, yaitu mencetuskan sendiri kontraksi beriramanya. Kontraksi serat-serat otot jantung yang tersusun seperti spiral menghasilkan efek memeras yang penting agar pemompaan berlangsung efisien. Yang juga penting agar pemompaan efektif adalah kenyataan bahwa serat-serat otot di setiap bilik bekerja sebagai sebuah sinsitium fungsional, berkontraksi sebagai satu kesatuan.

Aktivitas Listrik di Jantung
Impuls jantung berasal dari nodus SA, pemacu jantung, yang memiliki kecepatan depolarisasi spontan ke ambang yang tertinggi. Setelah dicetuskan, potensial aksi menyebar ke seluruh atrium kanan dan kiri, sebagian dipermudah oleh jalur penghantar khusus, tetapi sebagian besar melalui penyebaran impuls dari sel ke sel melalui gap junction. Impuls berjalan dari atrium ke dalam ventrikel melalui nodus AV, satu-satunya titik kontak listrik antara kedua bilik tersebut. Potensial aksi berhenti sebentar di nodus AV, untuk memastikan bahwa kontraksi atrium mendahului kontraksi ventrikel agar pengisian ventrikel berlangsung sempurna. Impuls kemudian dengan cepat berjalan ke septum antarventrikel melalui berkas His dan secara cepat disebarkan ke seluruh miokardium melalui serat-serat Purkinje. Sel-sel ventrikel lainnya diaktifkan melalui penyebaran impuls dari sel ke sel melalui gap junction. Dengan demikian, atrium berkontraksi sebagai satu kesatuan, diikuti oleh kontraksi sinkron ventrikel setelah suatu jeda singkat. Potensial aksi serat-serat jantung kontraktil memperlihatkan fase positif yang berkepanjangan, atau fase datar, yang disertai oleh periode kontraksi yang lama, untuk memastikan agar waktu ejeksi adekuat. Fase datar ini terutama disebabkan oleh pengaktifan saluran Ca++ lambat. Karena terdapat periode refrakter yang lama dan fase datar yang berkepanjangan, penjumlahan dan tetanus otot jantung tidak mungkin terjadi. Hal ini memastikan bahwa terdapat periode kontraksi dan relaksasi yang berganti-ganti sehingga dapat terjadi pemompaan darah. Penyebaran aktivitas listrik ke seluruh jantung dapat direkam dari permukaan tubuh. Rekaman ini, EKG, dapat memberi informasi penting mengenai status jantung.

Proses Mekanis pada Siklus Jantung
Siklus jantung terdiri dari tiga kejadian penting:
1. Pembentukan aktivitas listrik sewaktu jantung secara otoritmis mengalami depolarisasi dan repolarisasi.
2. Aktivitas mekanis yang terdiri dari periode sistol (kontraksi dan pengosongan) dan diastol (relaksasi dan pengisian) berganti-ganti, yang dicetuskan oleh siklus listrik yang berirama.
3. Arah aliran darah melintasi bilik-bilik jantung, yang ditentukan oleh pembukaan dan penutupan katup-katup akibat perubahan tekanan yang dihasilkan oleh aktivitas mekanis.
Penutupan katup menimbulkan dua bunyi jantung normal. Bunyi jantung pertama disebabkan oleh penutupan katup atrioventrikel (AV) dan menandakan permulaan sistol ventrikel. Bunyi jantung kedua disebabkan oleh penutupan katup aorta dan pulmonalis pada permulaan diastol.
Dengan mengkaji perubahan-perubahan tekanan yang berkaitan dengan siklus jantung, dapat dilihat kurva tekanan atrium tetap rendah selama siklus jantung, dengan adanya sedikit fluktuasi (dalam keadaan normal bervariasi antara 0 dan 8 mmHg). Kurva tekanan aorta tetap tinggi, dengan fluktuasi sedang (dalam keadaan normal bervariasi antara tekanan sistolik 120 mmHg dan tekanan diastolik 80 mmHg). Kurva tekanan ventrikel berfluktuasi secara dramatis karena tekanan ventrikel harus di bawah tekanan atrium terendah selama diastol agar katup AV terbuka dan dapat terjadi pengisian ventrikel, dan harus di atas tekanan aorta tertinggi selama sistol agar katup aorta membuka, sehingga dapat terjadi pengosongan ventrikel. Dengan demikian, tekanan ventrikel dalam keadaan normal bervariasi dari 0 mmHg selama diastol ke sedikit lebih tinggi dari 120 mmHg selama sistol. Gangguan fungsi katup menimbulkan aliran darah yang turbulen, yang terdengar sebagai murmur (bising) jantung. Katup abnormal dapat bersifat stenotik (tidak membuka sempurna) atau insufisiensi (tidak menutup sempurna).

Curah jantung dan Kontrolnya
Curah jantung, volume darah yang disemprotkan oleh setiap ventrikel setiap menit, ditentukan oleh kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup. Kecepatan denyut jantung berubah-ubah oleh perubahan keseimbangan pengaruh simpatis dan parasimpatis pada nodus SA. Stimulasi parasimpatis memperlambat kecepatan denyut jantung dan stimulasi simpatis mempercepatnya. Volume sekuncup bergantung pada (1) tingkat pengisian ventrikel, dengan peningkatan volume diastolik akhir menyebabkan volume sekuncup yang lebih besar melalui hubungan panjang-tegangan (kontrol intrinsik), dan (2) tingkat stimulasi simpatis, dengan peningkatan stimulasi simpatis menyebabkan peningkatan kontraktilitas jantung, yaitu peningkatan kekuatan kontraksi dan peningkatan volume sekuncup pada volume diastolik akhir tertentu (kontrol ekstrinsik).

Memelihara Otot Jantung
Otot jantung diberi oksigen dan nutrien oleh darah yang disalurkan oleh sirkulasi koroner, bukan oleh darah di dalam bilik-biliknya. Sebagian besar aliran darah koroner berlangsung selama diastol, karena sewaktu sistol pembuluh koroner tertekan oleh kontraksi otot jantung. Aliran darah koroner dalam keadaan normal berubah-ubah sesuai kebutuhan jantung akan oksigen. Aliran darah koroner dapat terganggu oleh pembentukan plak aterosklerotik, yang dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik yang keparahannya bervariasi dari nyeri dada ringan sewaktu berolahraga sampai serangan jantung yang fatal. Penyebab pasti aterosklerosis tidak diketahui, tetapi tampaknya rasio kolesterol di dalam plasma berkaitan dengan lipoprotein berdensitas tinggi (HDL) dibandingkan dengan lipoprotein berdensitas rendah (LDL) merupakan suatu faktor penting.

A. Anatomi Thorax

1. Dinding dada
Tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang membentuk dinding dada adalah tulang iga, columna vertebralis torakalis, sternum, tulang clavicula dan scapula. Jarinan lunak yang membentuk dinding dada adalah otot serta pembuluh darah terutama pembuluh darah intrerkostalis dan torakalis interna.
a. Dasar torak
Dibentuk oleh otot diafragma yang dipersyarafi nervus frenikus. Diafragma mempunyai lubang untuk jalan Aorta, Vana Cava Inferior serta esofagus
b. Isi rongga torak.
Rongga pleura kiri dan kanan berisi paru-paru. Rongga ini dibatasi oleh pleura visceralis dan parietalis.
Rongga Mediastinum dan isinya terletak di tengah dada. Mediastinum dibagi menjadi bagian anterior, medius, posterior dan superior.
Rongga dada dibagi menjadi 3 rongga utama yaitu ;
1. Rongga dada kanan (cavum pleura kanan )
2. Rongga dada kiri (cavum pleura kiri)
3. Rongga dada tengah (mediastinum).
- Rongga Mediastinum
Rongga ini secara anatomi dibagi menjadi :
1. Mediastinum superior (gbr. 1), batasnya :
Atas : bidang yang dibentuk oleh Vth1, kosta 1 dan jugular notch.
Bawah : Bidang yang dibentuk dari angulus sternal ke Vth4
Lateral : Pleura mediastinalis
Anterior : Manubrium sterni.
Posterior : Corpus Vth1 – 4
2. Mediastinum inferior terdiri dari :
a. Mediastinum anterior
b. Mediastinum medius
c. Mediastinum Posterior
a. Mediastinum Anterior batasnya :
• Anterior : Sternum ( tulang dada )
• Posterior : Pericardium ( selaput jantung )
• Lateral : Pleura mediastinalis
• Superior : Plane of sternal angle
• Inferior : Diafragma.
b. Mediastinum Medium batasnya :
• Anterior : Pericardium
• Posterior ; Pericardium
• Lateral : Pleura mediastinalis
• Superior : Plane of sternal angle
• Inferior : Diafragma
c. Mediastinum posterior, batasnya :
• Anterior : Pericardium
• Posterior : Corpus VTh 5 – 12
• Lateral : Pleura mediastinalis
• Superior : Plane of sternal angle
• Inferior : Diafragma.
c. Batas-batas Thorax
Thorax adalah daerah antara sekat rongga badan (diafragma) dan leher.
Batas bawah thorax: – arcus costarum
o processus xhiphoideus
o garis penghubung antara puncak-puncak ketiga iga terakhir dan processus spinalis thoracal XII
Batas atas thorax: – incisura jugularis sterni
o clavicula
o garis penghubung antara articulus acromioclavicularis dan processus spinalis cervical VII
Bentuk thorax ditentukan oleh:
o rangka dada bagian tulang
o letak scapula
o otot-otot yang berjalan dari thorax ke anggota gerak atas: Mm pectoralis major dan minor, Mm latissimus dorsi
d. Dinding Thorax
1. Costae
Rangka toraks terluas adalah iga-iga (costae) yang merupakan tulang jenis osseokartilaginosa. Memiliki penampang berbentuk konus, dengan diameter penampang yang lebih kecil pada iga teratas dan makin melebar di iga sebelah bawah. Di bagian posterior lebih petak dan makin ke anterior penampang lebih memipih.
Terdapat 12 pasang iga : 7 iga pertama melekat pada vertebra yang bersesuaian, dan di sebelah anterior ke sternum. Iga VIII-X merupakan iga palsu (false rib) yang melekat di anterior ke rawan kartilago iga diatasnya, dan 2 iga terakhir merupakan iga yang melayang karena tidak berartikulasi di sebelah anterior.
Setiap iga terdiri dari caput (head), collum (neck), dan corpus (shaft). Dan memiliki 2 ujung : permukaan artikulasi vertebral dan sternal.
Bagian posterior iga kasar dan terdapat foramen-foramen kecil. Sedangkan bagian anterior lebih rata dan halus. Tepi superior iga terdapat krista kasar tempat melekatnya ligamentum costotransversus anterior, sedangkan tepi inferior lebih bulat dan halus.
Pada daerah pertemuan collum dan corpus di bagian posterior iga terdapat tuberculum. Tuberculum terbagi menjadi bagian artikulasi dan non artikulasi.
Penampang corpus costae adalah tipis dan rata dengan 2 permukaan (eksternal dan internal), serta 2 tepi (superior dan inferior). Permukaan eksternal cembung (convex) dan halus; permukaan internal cekung (concave) dengan sudut mengarah ke superior. Diantara batas inferior dan permukaan internal terdapat costal groove, tempat berjalannya arteri-vena-nervus interkostal.
Iga pertama merupakan iga yang penting oleh karena menjadi tempat melintasnya plexus brachialis, arteri dan vena subklavia. M.scalenus anterior melekat di bagian anterior permukaan internal iga I (tuberculum scalenus), dan merupakan pemisah antara plexus brachialis di sebelah lateral dan avn subklavia di sebelah medial dari otot tersebut.
Sela iga ada 11 (sela iga ke 12 tidak ada) dan terisi oleh m. intercostalis externus dan internus. Lebih dalam dari m. intercostalis internus terdapat fascia transversalis, dan kemudian pleura parietalis dan rongga pleura. Pembuluh darah dan vena di bagian dorsal berjalan di tengah sela iga (lokasi untuk melakukan anesteri blok), kemudian ke anterior makin tertutup oleh iga. Di cekungan iga ini berjalan berurutan dari atas ke bawah vena, arteri dan syaraf (VAN). Mulai garis aksilaris anterior pembuluh darah dan syaraf bercabang dua dan berjalan di bawah dan di atas iga. Di anterior garis ini kemungkinan cedera pembuluh interkostalis meningkat pada tindakan pemasangan WSD.

2. Vertebra
Untuk bedah toraks sebetulnya tidak banyak yang harus diketahui mengenai vertebra kecuali bahwa persendiannya dengan kosta. Vertebra torakalis pertama (T 1)mempunyai satu persendian yang lengkap dengan iga I dan setengah persendian dengan iga II. Selanjutnya T2-T8 mempunyai dua persendian, di atas dan di bawah korpus vertebra (untuk iga II sampai dengan VIII). Sedang dari T9-T12 hanya mempunyai satu persendian dengan iga. Semua ini penting untuk melepaskan iga dari korpus vertebra pada waktu melakukan torakotomi.
Yang perlu juga diketahui adalah ligamentum longitudinalis anterior; di depan ligamentum ini terdapat suatu ruangan (space) dengan susunan jaringan ikat yang longgar dan merupakan “jalan” untuk descending infection dari daerah leher menuju mediastinum. Susunan thorax memperlihatkan susunan metameri (tembereng), terutama pada lapisan-lapisan dalam seperti: saraf dan pembuluh antar iga, iga-iga, Mm intercostals dalam spatial intercostalis.
Lapisan-lapisan dinding thorax terdiri atas:
1. Lapisan luar: kulit, jaringan lemak bawah kulit, dan fascia-fascia otot.
2. Lapisan tengah: otot-otot, saraf, pembuluh darah.
Otot-otot dinding depan dan sisi thorax:
o M. pectoralis major dan minor
o M. serratus anterior
o M. rectus abdominis
o M. obliquus abdominis externus
Otot-otot dinding dorsalis thorax:
 M. latissimus dorsi
 M. trapezius
 Mm. rhamboides major dan minor
 M. serraus posterior, superior, inferior
 Mm. sacrospinalis, spinalis, semispinalis
Saraf-saraf :
o Rami dorsales Nn. Intercostals
o N. accessories XI
o Nn. Thoracici ventralis
o N. subscapularis
o Cabang-cabang Nn. Intercostals

Arteria:
• A. thoracoacromialis
• A. thoracica lateralis
• A. thoracodorsalis
Rami dorsales Aa. Intercostals Vena: sesuai dengan arteiae.
3. Lapisan dalam:
Thorax bagian tulang,
Otot-otot antar iga:
 Mm. intercostals interni
 Mm. intercostals externi
Pembuluh antar iga:
 A. thoracica
 A. subclavia:
- A. thoracica interna:
^ rami intercostals
^ A. musculophrenica
- Truncus costocervicalis
Saraf antar iga:
Nn. intercostales I-XII

B. Fisiologi torak :
• Inspirasi : dilakukan secara aktif
• Ekspirasi : dilakukan secara pasif
• Fungsi respirasi :
Ø Ventilasi : memutar udara.
Ø Distribusi : membagikan
Ø Diffusi : menukar CO2 dan O2
Ø Perfusi : darah arteriel dibawah ke jaringan.

B. Anatomi dan Fisiologi Jantung dan Paru-paru

1. Anatomi Jantung

Jantung terletak di dalam rongga mediastinum dari rongga dada diantara kedua paru.Terdapat selaput yang mengitari jantung yang disebut perikardium, terdiri dari dua lapisan:
- Perikardium parietalis : lapisan luar melekat pada tulang dada dan paru
- Perikardium viseralis : lapisan permukaan jantung/ epikardium

Diantara kedua lapisan ini terdapat cairan perikardium.

1. Anatomi Jantung
a. Dinding jantung terdiri dari 3lapisan :
1. Lapisan luar (epikardium)
2. Lapisan tengah (Miokardium)
3. Lapisan dalam (endokardium)
b. Ruang – Ruang Jantung
Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu 2 berdinding tipis disebut atrium(serambi) dan 2 berdinding tebal disebut ventrikel (bilik).

1. Atrium
a. Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen dari seluruh tubuh. Kemudian darah dipompakan ke ventrikel kanan melalui katub dan selanjutnya ke paru.
b. Atrium kiri menerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru melalui 4 buah vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke ventrikel kiri melalui katub dan selanjutnya ke seluruh tubuh melalui aorta.

Kedua atrium dipisahkan oleh sekat yang disebut septum atrium.

2. Ventrikel
Merupakan alur alur otot yang disebut trabekula. Alur yang menonjol disebut muskulus papilaris, ujungnya dihubungkan dengan tepi daun katub atrioventrikuler oleh serat yang disebut korda tendinae.
a. Ventrikel kanan menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan ke paru melalui arteri pulmonalis
b. Ventrikel kiri menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan keseluruh tubuh melalui aorta

Kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat yang disebut septum ventrikel.

c. Katup Katup Jantung

1. Katup atrioventrikuler
Terletak antara atrium dan ventrikel. Katup yang terletak diantara atrium kanan dan ventrikel kanan mempunyai 3 buah daun katup ( trikuspid). Sedangkan katup yang terletak diantara atrium kiri dan ventrikel kiri mempunyai dua buah daun katup ( Mitral). Memungkinkan darah mengalir dari atrium ke ventrikel pada fase diastole dan mencegah aliran balik pada fase sistolik.

2. Katup Semilunar
a. Katup Pulmonal terletak pada arteri pulmonalis dan memisahkan pembuluh ini dari ventrikel kanan.
b. Katup Aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta.

Kedua katup ini mempunyai bentuk yang sama terdiri dari 3 buah daun katup yang simetris. Dan katup ini memungkinkan darah mengalir dari masing-masing ventrikel ke arteri selama sistole dan mencegah aliran balik pada waktu diastole.
Pembukaan katup terjadi pada waktu masing-masing ventrikel berkontraksi, dimana tekanan ventrikel lebih tinggi dari tekanan didalam pembuluh darah arteri.

d. Pembuluh Darah Koroner

1. Arteri
Dibagi menjadi dua :
- Left Coronary Arteri (LCA) : left main kemudian bercabang besar menjadi: left anterior decending arteri(LAD), left circumplex arteri (LCX)
- Right Coronary Arteri

2. Vena: vena tebesian, vena kardiaka anterior, dan sinus koronarius.

2. Fungsi Sistem Cardiovascular

Lingkaran sirkulasi dapat dibagi atas dua bagian besar yaitu sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonalis

a. Sirkulasi Sistemik
1. Mengalirkan darah ke berbagi organ
2. Memenuhi kebutuhan organ yang berbeda
3. Memerlukan tekanan permulaan yang besar
4. Banyak mengalami tahanan
5. Kolom hidrostatik panjang

b. Sirkulasi Pulmonal
1. Hanya mengalirkan darah ke paru
2. Hanya berfungsi untuk paru
3. Mempunyai tekanan permulaan yang rendah
4. hanya sedikit mengalai tahanan
5. Kolom hidrostatik pendek

c. Sirkulasi Koroner
Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan jantung dan membawa oksigen untuk miokardium melalui cabang cabang intar miokardial yang kecil. Aliran darah koroner meningkat pada:
1. Aktifitas
2. Denyut jantung
3. Rangsang sistem syaraf simpatis
Diantara atrium kanan dan ventrikel kana nada katup yang memisahkan keduanya yaitu ktup tricuspid, sedangkan pada atrium kiri dan ventrikel kiri juga mempunyai katup yang disebut dengan katup mitral. Kedua katup ini berfungsi sebagai pembatas yang dapat terbuka dan tertutup pada saat darah masuk dari atrium ke ventrikel.

1. Right Coronary
2. Left Anterior Descending
3. Left Circumflex
4. Superior Vena Cava
5. Inferior Vena Cava
6. Aorta
7. Pulmonary Artery
8. Pulmonary Vein
9. Right Atrium
10. Right Ventricle
11. Left Atrium
12. Left Ventricle
13. Papillary Muscles
14. Chordae Tendineae
15. Tricuspid Valve
16. Mitral Valve
17. Pulmonary Valve

2. Fisiologi Jantung
Jantung merupakan organ utama dalam system kardiovaskuler. Jantung dibentuk oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung kira-kira panjang 12 cm, lebar 8-9 cm seta tebal kira-kira 6 cm.
Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425 gram dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan. Setiap harinya jantung berdetak 100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau setara dengan 7.571 liter darah.
Posisi jantung terletak diantar kedua paru dan berada ditengah tengah dada, bertumpu pada diaphragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas processus xiphoideus.
Pada tepi kanan cranial berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa III dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan caudal berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum
Tepi kiri cranial jantung berada pada tepi caudal pars cartilaginis costa II sinistra di tepi lateral sternum, tepi kiri caudal berada pada ruang intercostalis 5, kira-kira 9 cm di kiri linea medioclavicularis.
Selaput yang membungkus jantung disebut pericardium dimana teridiri antara lapisan fibrosa dan serosa, dalam cavum pericardii berisi 50 cc yang berfungsi sebagai pelumas agar tidak ada gesekan antara pericardium dan epicardium. Epicardium adalah lapisan paling luar dari jantung, lapisan berikutnya adalah lapisan miokardium dimana lapisan ini adalah lapisan yang paling tebal. Lapisan terakhir adalah lapisan endocardium.
Ada 4 ruangan dalam jantung dimana dua dari ruang itu disebut atrium dan sisanya adalah ventrikel. Pada orang awan atrium dikenal dengan serambi dan ventrikel dikenal dengan bilik.
Fungsi utama jantung adalah memompa darh ke seluruh tubuh dimana pada saat memompa jantung otot-otot jantung (miokardium) yang bergerak. Selain itu otot jantung juga mempunyai kemampuan untuk menimmbulkan rangsangan listrik.
Kedua atrium merupakan ruang dengan dinding otot yang tipis karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium. Sebaliknya ventrikel mempunyai dinding otot yang tebal terutama ventrikel kiri yang mempunyai lapisan tiga kali lebih tebal dari ventrikel kanan.
Aktifitas kontraksi jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh selalu didahului oleh aktifitas listrik. Aktifitas listrik inidimulai pada nodus sinoatrial (nodus SA) yang terletak pada celah antara vena cava suiperior dan atrium kanan. Pada nodus SA mengawali gelombang depolarisasi secara spontan sehingga menyebabkan timbulnya potensial aksi yang disebarkan melalui sel-sel otot atrium, nodus atrioventrikuler (nodus AV), berkas His, serabut Purkinje dan akhirnya ke seluruh otot ventrikel.

Oleh karena itu jantung tidak pernah istirahat untuk berkontraksi demi memenuhi kebutuhan tubuh, maka jantung membutuhkan lebih banyak darah dibandingkan dengan organ lain. Aliran darah untuk jantung diperoleh dari arteri koroner kanan dan kiri. Kedua arteri koroner ini keluar dari aorta kira-kira ½ inchi diatas katup aorta dan berjalan dipermukaan pericardium. Lalu bercabang menjadi arteriol dan kapiler ke dalam dinding ventrikel. Sesudah terjadi pertukaran O2 dan CO2 di kapiler , aliran vena dari ventrikel dibawa melalui vena koroner dan langsung masuk ke atrium kanan dimana aliran darah vena dari seluruh tubuh akan bermuara.
Sirkulasi darah ditubuh ada 2 yaitu sirkulasi paru dan sirkulasi sistemis. Sirkulasi paru mulai dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis, arteri besar dan kecil, kapiler lalu masuk ke paru, setelah dari paru keluar melalui vena kecil, vena pulmonalis dan akhirnya kembali ke atrium kiri. Sirkulasi ini mempunyai tekanan yang rendah kira-kira 15-20 mmHg pada arteri pulmonalis.
Sirkulasi sistemis dimulai dari ventrikel kiri ke aorta lalu arteri besar, arteri kecil, arteriole lalu ke seluruh tubuh lalu ke venule, vena kecil, vena besar, vena cava inferior, vena cava superior akhirnya kembali ke atrium kanan.

Sirkulasi sistemik mempunyai fungsi khusus sebagai sumber tekanan yang tinggindan membawa oksigen ke jaringan yang membutuhkan. Pada kapiler terjadin pertukaran O2 dan CO2 dimana pada sirkulasi sistemis O2 keluar dan CO2 masuk dalam kapiler sedangkan pada sirkulasi paru O2 masuk dan CO2 keluar dari kapiler.
Volume darah pada setiap komponen sirkulasi berbeda-beda. 84% dari volume darah dalam tubuh terdapat pada sirkulasi sistemik, dimana 64% pada vena, 13% pada arteri dan 7 % pada arteriol dan kapiler.
3. Anatomi Paru-paru
Pleura terdiri atas:
1. Pleura visceralis, yang meliputi paru-paru dengan erat.
2. Pleura parietalis:
 Pleura costalis (pars costovertebralis pleura).
 Pleura mediastinalis ( pars diaphragmatica pleura).
 Pleura mediastinalis ( pars mediastinalis pleura).
 Cupula pleura (pleura cervicalis).
Persarafan pleura:
1. Pleura parietalis oleh: – N. phrenicus.
- Nn. Intercostales.
2. Pleura visceralis oleh: saraf-saraf symphaticus.
Pada paru-paru terdapat beberapa facies, yaitu:
1. Facies diaphragmatica ( basis pulmonis), yang berhadapan dengan pleura diaphragmatica.
2. Facies costalis, yang berhadapan dengan pleura costalis.
3. Facies mediastinalis, yang berhadapan dengan pleura mediastinalis.
Nama-nama “Broncho Pulmonary Segments”
Pulmo Dextra Pulmo Sinistra
Lobus Segmentum Lobus Segmentum
Superior Apicale Superior Apicoposterius
Posterius Anterius
Anterius Lingulare posterius
Medius Laterale Lingulare inferius
Mediale Inferior Apicale
Inferior Apicale Antero-mediobasale
Mediobasale Laterobasale
Anterobasale Posterobasale
Laterobasale
Posterobasale
Pembuluh darah paru:
1. A. dan Vv. Pulmonales yang berhubungan dengan faal pernafasan.
2. Aa. Dan Vv. Bronchiales, yang berhubungan dengan pertukaran zat di jaringan paru.

Persarafan paru:
1. Serabut symphaticus, yang berasal dari truncus symphaticus (Th. III, IV, V).
2. Serabut parasymphaticus dari N vagus.

C. Sistem Konduksi Jantung

Di dalam otot jantung terdapat jaringan khusus yang mengahntarkan aliran listrik. Jaringan tersebut mempunyai sifat-sifat khusus:

1. Otomatisasi : menimbulkan impuls/rangsang secara spontan
2. Irama : pembentukan rangsang yang teratur
3. Daya konduksi : kemampuan untuk menghantarkan
4. Daya rangsang : kemampuan bereaksi terhadap rangsang

Perjalan impuls/rangsang dimulai dari:
1. Nodus SA (sino atrial)
- traktus iternodal
- Brachman bundle
2. Nodus AV (atrio ventrikel)
3. Bundle of HIS ( bercabang menjadi dua: kanan dan kiri):
- Rihgt bundle branch
- Left bundel brac
4. Sistem PURKINJE

a. Siklus Jantung
1. Fase kontraksi isovolumetrik
2. Fase ejeksi cepat
3. Fase diastasis
4. Fase pengisian cepat
5. Fase relaksasi isovolumetrik

b. Perjalanan konduksi jantung
Umumnya jantung berkontraksi secara ritmik sekitar 70 sampai 90 denyut per menit pada orang dewasa dalam keadaan istirahat. Kontraksi ritmik berasal secara spontan darisistem konduksi dan impulsnya menyebar ke berbagai bagian jantung; awalnya atrium berkontraksi bersama-sama dan kemudian diikuti oleh kontraksi ke dua ventrikel secara bersama-sama. Sedikit penundaan penghantaran impuls dari atrium ke ventrikel memungkinkan atrium mengosongkan isinya ke dalam ventrikel sebelum ventrikel berkontraksi.
Sistem konduksi jantung terdiri atas otot jantung khusus yang terdapat pada nodus sinuatrialis, nodus atrioventricularis, fasciculus atrioventricularis beserta dengancrus dextrum dan crus sinistrumnya, dan plexus jantung yang membentuk sistem konduksi jantung dikenal sebagai serabut purkinje.

Nodus Sinuatrialis
Nodus Sinuatrialis terletak pada dinding atrium dextrum di bagian atas sulcus terminalis, tepat di sebelah kanan muara vena cava superior. Dan Nodus ini merupakan asal impuls ritmik elektronik yang secara spontan disebarkan ke seluruh otot-otot jantung atrium dan menyebabkan otot-otot ini berkontraksi.

Nodus atrioventricularis
Nodus atrioventricularis terletak pada bagian bawah septum ineratriale tepat di atas tempat perlekatan cuspis septalis valva tricuspinalis. Dari sini, impuls jantung dikirim ke ventrikel oleh fasciculus atriovenricularis. Nodus atrioventricularis distimulari oleh gelombang eksitasi pada waktu gelombang ini melalui myocardium atrium.
Kecepatan konduksi impuls jantung melalui nodus atriovenricularis ( sekitar 0,11 detik) memberikan waktu yang cukup untuk atrium mengosongkan darahnya ke dalam ventrikel sebelum ventrikel mulai berkontraksi.

Fasciculus Atrioventricularis
Fasciculus atrioventricularis (berkas dari His) merupakan satu-satunya jalur serabut otot jantung yang menghubungkan myocardium atrium dan myocadium ventriculus, oleh karena itu fasciculus ini merupakan satu-satunya jalan yang dipergunakan oleh impuls jantung dari atrium ke ventrikel. Fasciculus ini berjalan turun melalui rangka fibrosa jantung.
Fasciculus atrioventricularis kemudian berjalan turun di belakang cuspis septalis valva tricuspidalis untuk mencapai pinggir inferior pars membranacea septum interventriculare. Pada pinggir pars muscularis septum, fasciculs ini terbelah menjadi dua cabang, satu cabang untuk setiap ventrikel. Cabang berkas kanan berjalan turun pada sisi kanan septum interventriculare untuk mencapai trabecula septomarginalis, tempat cabang ini menyilang dinding anterior ventriculus dexter. Di sini cabang tersebut melanjut sebagai serabut-serabut plexus purkinje.
Cabang berkas kiri menembus septum dan berjalan turun pada sisi kiri di bawah endocardium. Biasanya cabang ini bercabang dua ( anterior dan posterior), yang akhirnya melanjutkan diri sebagai serabut-serabut plexus Purkinje ventriculus sinister.
Jadi terlihat bahwa sistem konduksi jantung bertanggung jawab tidak hanya untuk pembentukkan impuls jantung tetapi untuk penghantaran impuls ini dengan cepat ke selurh myocardium jantung, sehingga ruang-ruang jantung berkontraksi secara terkoordinasi dan efisien.
Aktivitas sistem konduksi/ penghantar dapat dipengaruhi oleh saraf otonom yang menyarafi jantung. Saraf parasimpatis memperlambat irama dan mengunakan kecepatan penghantaran impuls; saraf simpatis mempunyai efek yang berlawanan.

Jalur konduksi internodus
Impuls dari nodus sinuatrialis kenyataanya berjalan ke nodus atrioventricularis lebih cepat daripada kesanggupannya berjalan sepanjang myocardium melalui jalan yang seharusnya. Fenomena ini dijelaskan dengan adanya jalur-jalur khusus di dalam dinding atrium, yang terdiri atas struktur campuran antara serabut-serabut Purkinje dan sel-sel otot jatung. Jalur Internodus anterior meninggalkan ujung anterior nodus sinuatrialis dan berjalan ke anterior menuju ke muara vena cava superior. Jalur ini berjalan turun pada septum atrium dan berakhir pada nodus atrioventricularis. Jalur Internodus medius meninggalkan ujung posterior nodus sinoatrialis dan berjalan ke posterior menuju muara vena cava superior. Jalur ini turun ke tricularis. Jalur internodus posterior meninggalkan bagian posterior nodus sinuatrialis dan turun melalui crista terminalis dan valva vena cava inferior menuju ke nodus atrioventricularis.

Suplai darah untuk sistem konduksi
Nodus sinoatrialis biasanya diperdarahi oleh arteriaconoria dextra tetapi kadang-kadang pleh arteri conoria sinistra. Nodus dan fasciculus atrioventricularis diperdarahi oleh arteri conoria dextra. Cabang berkas kanan fasciculus atrioventricularis diperdarahi oleh arteri conoria sinistra; cabnag berkas kiri fasciculus atrioventricularis diperdarahi oleh arteri conoria sinistra dan arteri conoria dextra.

Persarafan pada jantung
Jantung dipersarafi oleh serabut simpatisdan parasimpatis susunan saraf otonom melalui plexus cardiacus yang terletak di bawah arcus aortae. Saraf simpatis berasal dari bagian cervicale dan thoracale bagian atas truncus symphaticus, dan persarafan parasimpatis berasal dari nervus vagus.
Serabut-serabut postganglionik simpatis berakhir di nodus sinuatrialis dan nodus atrioventricularis, serabut-serabut otot jantung, dan arteriae conoriae. Perangsangan serabut-serabut saraf ini menghasilkan akselerasi jantung, meningkatnyadaya kontraksi otot jantung, dan dilatasi arteriae conoriae.
Serabut-serabut postganglionik parasimpatis berakhir pada nodus sinuatrialis, nodus atrioventricularis dan ateriae cononariae. Perangsangan saraf parasimpatis dapat mengakibatkan berkurangnya denyut dan daya kontraksi jantung dan konstriksi arteriae cononariae.
Serabut-serabut aferen yang berjalan bersama saraf simpatis membawa impuls saraf yang biasanya tidak dapat disadari. Akan tetapi, bila suplai darah ke myocardium terganggu, impuls rasa nyeri dirasakan melalui lintasan tersebut. Serabut-serabut aferen yang berjalan bersama nervus vagus mengambil bagian dalam refleks kardiovaskular.

Cara kerja jantung
Jantung merupakan kerja muskular. Serangkaian perubahan yang terjadi di dalam jantung pada saat pengisian darah dan pengosongan darah disebut sebagai Siklus Jantung. Jantung normal berdeyut sekitar 70 sampai 90 kali permenit pada orang dewasa yang sedang istirahat dan sekitar 130 sampai 150 kali per menit pada anak yang baru lahir.
Darah secara terus menerus kembali ke jantung, dan selam sistolik ventrikel (kontraksi), saat valva atrioventricularis tertutup, darah untuk sementara di tampung dalam vena-vena besar dan atrium. Bila ventrikel mengalami diastolik (relaksasi), valva atrioventricularis membuka, dan darah secara psif mengalir dari atrium ke ventrikel. Waktu ventrikel hampir penuh, terjadi sistolik atrium dan memaksa sisa darah dalam atrium masuk kedalam ventrikel.Nodus sinuatrialis memulai gelombang kontraksi pada atrium, Yang dimulai sekitar muara-muara vena-vena besardan ”memeras” darah ke ventrikel. Dengan cara ini tidak terdapat refluks darah ke dalam vena.
Impuls jantung yang telah mencapai nodus atrioventricularis diteruskan ke musculi papillares melalui fasciculus atrioventricularis dan cabang-cabangnya. Musculi papillares lalu mulai berkontraksi dan memendekkan chordae tendineae yangnkendur. Sementara itu, ventrikel mulai berkontraksi dan valva atrioventricularis menutup. Penyebaran impuls jantung sepanjang fasciculus atrioventricularis dan cabang-cabang terminalnya, terjadi myocardium terjadi hampir bersamaan waktunya di seluruh ventrikel.
Bila tekanan darah intraventrikular melebihi tekanan di dalam arteri-arteri besar (aorta dan truncus pulmonalis), cuspis valvula semilunaris terdorong ke samping dan darah dikeluarkan dari jantung. Pada akhir sistolik ventrikel, darah mulai bergerak kembali ventrikel dan dengan segera mengisi kantong-kantong valvula semilunaris. Cuspis terletak dalam keadaan aposisi dan menutupi ostium aortae dan pulmonalis dengan sempurna.

Referensi
Garfein, O. B., ed. Current Concepts in Cardiovascular
Physiology. San Diego: Academic Press, 1990.

Senin, 17 Maret 2008

A case-control study of autism and mumps-measles-rubella vaccination using the general practice research database: design and methodology

Outline

Abstract
Background
Objectives
Materials and methods
Analyses
Discussion
Acknowledgements
References
Pre-publication histor

Abstract

Background

An association between mumps-measles-rubella (MMR) vaccination and the onset of symptoms typical of autism has recently been suggested. This has led to considerable concern about the safety of the vaccine.

Methods

A matched case-control study using data derived form the United Kingdom General Practice Research Database. Children with a possible diagnosis of autism will be identified from their electronic health records. All diagnoses will be validated by a detailed review of hospital letters and by using information derived from a parental questionnaire. Ten controls per case will be selected from the database. Conditional logistic regression will be used to assess the association between MMR vaccination and autism. In addition case series analyses will be undertaken to estimate the relative incidence of onset of autism in defined time intervals after vaccination. The study is funded by the United Kingdom Medical Research Council.

Discussion

Electronic health databases offer tremendous opportunities for evaluating the adverse effects of vaccines. However there is much scope for bias and confounding. The rigorous validation of all diagnoses and the collection of additional information by parental questionnaire in this study are essential to minimise the possibility of misleading results.


Background

The epidemiology of autism

Autism is a pervasive developmental disorder characterised by abnormalities in the development of language, communication abilities, and social interactions and by a pattern of restricted play and behaviour which tends to be highly repetitive, unimaginative and rigid [1]. By definition, the abnormalities must be present by the age of three years, although the diagnosis is usually not made until the age of four or five years [2]. In studies of the consistency of diagnosis there has been a high consensus between psychiatrists and coding instruments [3].

The age at which parents first recognise an abnormality is variable, with 40% of autistic children having shown typical features by the age of one year and most by the age of two years[4]. This age is influenced by the degree of associated mental retardation and birth order (the less severe and first born children tending to have later age of parental recognition) [5]. Most population-based studies have found a prevalence of autism between 5 and 10 per 10,000 children [6].

MMR vaccination and autism

In 1998 a link was suggested between mumps-measles-rubella (MMR) vaccination and autism [7]. This was based on an uncontrolled case series of 12 children referred to a paediatric gastroenterology unit with a history of normal development followed by loss of acquired skills, including language, together with diarrhoea and abdominal pain. It was suggested that the gastrointestinal and developmental symptoms were a syndrome that could have been triggered by MMR vaccination. The study was widely criticised [8,9] but generated considerable media interest [10] and led to a small fall in MMR coverage in the United Kingdom [11]. A larger case series of 60 children with the same combination of clinical findings has recently been published [12].

Since the first study by Wakefield et al, a number of published studies have looked specifically at this issue. In a small study from Finland, among 31 children who had reported a gastrointestinal adverse reaction to MMR vaccination, none had subsequently developed signs of autism [13]. A similar larger study looked at all notified serious adverse events following MMR vaccination in Finland over a 14 year period [14]. There were no new cases of autism among 173 notified adverse events. However such routine passive surveillance systems have a number of weaknesses for epidemiological studies [15]. There is no control group, the quality of the data may be suboptimal and detecting an effect depends entirely on clinicians believing a new illness was due to vaccination. In Sweden no increase was apparent in the incidence of autism following the introduction of MMR vaccination [16]. Both these studies included small numbers of children with autism and had limited ability to assess the link between MMR vaccine and autism. The United Kingdom Committee on Safety of Medicines set up a working party to assess parental and medical reports of children who had developed autism, Crohn's disease or similar disorders following MMR vaccination. The Working Party Report was, by its own description, solely a descriptive account of those children whose parents had sought legal advice about possible vaccine damage [17]. The Report highlighted bias in the way affected children were selected for inclusion in the study and the lack of any control group before concluding that they could not prove or refute the suggested associations between MMR vaccine and autism. A single large high quality epidemiological study has been published [18]. This study included 293 children with confirmed autism from North Thames health districts. From time series trends analysis, age of diagnosis in vaccinated and unvaccinated groups and a case series analysis, the authors concluded there was no evidence to support an association. The study did find a positive association between MMR vaccination and first parental concerns in the first six months following vaccination. Although the authors considered that this finding was likely to be either a chance finding or due to inaccuracy in recalling the date of onset of symptoms, this interpretation has been disputed [19]. It was also suggested that because the study only considered relatively short risk periods after vaccination, a causal link may have been missed [20]. The authors of the study have undertaken a re-analysis looking at longer post vaccination risk periods, and again found no evidence to support a link between MMR vaccination and autism (Farrington CP, personal communication).

In the light of continuing concern about the proposed link between MMR vaccination and autism [21,22,23,24,25,26] we plan to undertake a case-control study using data derived form the General Practice Research Database.

Objectives

The study has two linked objectives with respect to MMR vaccination. Firstly to determine if autistic children are more likely to have received MMR vaccine prior to disease onset. Secondly to examine whether there is any association between clinical onset of disease and the timing of MMR vaccination.

Materials and methods

The General Practice Research Database (GPRD)

The GPRD (previously known as the VAMP Research Bank) was set up in 1987 and is now held by the Medicines Control Agency [27,28]. It contains complete prescribing and diagnostic information from a large number of general practices and is the largest source of continuous data on illness and prescribing habits in the United Kingdom. Over 200 published studies have been completed using the database. Participating general practitioners were given instruction over a 12-month period regarding standardised recording of clinical information into their computing systems. The general practices are broadly representative of all practices in the United Kingdom in terms of geographical distribution and size and the age and sex distributions of the population included in the GPRD are similar to the whole United Kingdom population [29]. The data available directly from the database include all drug prescriptions and their indication, a record of every consultation and of every diagnosis. The data collected is audited regularly and the participating general practices are subjected to a number of quality checks. Of the practices contributing to the database, about 280 practices, with a combined population of around 2.1 million patients currently pass these rigorous quality checks. The quality of the information in the database has been validated in a number of independent studies and has been found to be high [30,31,32,33,34,35].

The general practitioners keep all referral letters, hospital discharge summaries and other clinically relevant letters in a manual file. In addition to the electronic health record, questionnaires can be sent to patients (or their parents) via general practitioners, and copies of letters relating to referrals and hospital care can be obtained. The data are held anonymously in the central GPRD database, with patient identifiers removed.

Identification of affected children

Children with putative autism will be identified by searching the whole electronic record of all people included in the GPRD for diagnostic codes which possibly relate to a diagnosis of autism. MMR vaccine was introduced in the United Kingdom for all children aged 12 to 15 months in October 1988. An MMR catch-up campaign was also launched for older children in 1988. We will separately identify those children with putative autism born after and before mid-1987, which separates out those children likely to have received the MMR vaccine around the age of 1 year and those likely to have received it at a later date. Separate analyses will be conducted on these two groups. Although all major past diagnoses are recorded in practice computers when new patients register with practices, such recording may be incomplete. To overcome this potential problem, we will identify children first diagnosed when they were registered with practices participating in the GPRD. Children diagnosed prior to registration with the GPRD will be analysed separately with their matched controls. The results from these two groups will be pooled if they are similar.

Identification and selection of controls

For each affected child we will sample two groups of matched controls from the GPRD. The first group will consist of five people with no record of autism matched on age (± one year), sex and practice. Matching is this group aims to control for possible confounding by the general practice with which participants are registered. The second group will be of similar size and will be matched on age and sex but not on practice, to avoid the possibility of overmatching. For children diagnosed while registered with a GPRD practice, the date of diagnosis will be called the index date. The controls will be selected from those patients registered with the GPRD on the index date of the affected child to whom they are matched. We will not be able to apply the same method for selecting controls for children with autism diagnosed prior to registering with a practice participating in the GPRD because they will not have an index date. Therefore the matched controls for children diagnosed prior to registering with a practice participating in the GPRD will be selected from all patients registered with the GPRD on the date the affected child registered with the GPRD.

Questionnaire to parents of affected children and controls

Subject to ethical approval, a questionnaire will be sent to the parents of all affected children and to two controls per affected child, one matched on practice and one not matched on practice and closest in age to the affected child. The questionnaire to parents of children with autism will include an autism screening questionnaire[36] and will solicit information on: the date of first symptoms of autism and earliest date of parental concern about symptoms possibly related to autism; the educational status of the child; the knowledge and beliefs of parents regarding the causes of autism; and family history of pervasive developmental problems. In addition the questionnaire will specifically ask about family history of pervasive developmental problems, genetic disorders and about regression (loss of skills) allowing us to classify affected children into those with reported regression and those with no regression.

For both affected children and controls the questionnaire will include questions about: the socioeconomic status of the parents; birth order and family size; history of bowel disturbance in the child; and vaccination history.

Diagnosis: definition and validation

As a first step to validate the diagnoses, copies of all hospital summaries will be requested from the GPs concerned. Previous studies using the GPRD have obtained full copies of hospital summaries on over 90% of patients still registered with a collaborating practices [35,37]. We will obtain copies of letters relating to both autism and to all other reasons for hospital investigation or attendance, including bowel investigations and inflammatory bowel disease (see below). The basis for the diagnosis of autism, evidence of associated genetic disorders and the date of first attendance for possible autism will be extracted from the records.

There is strong agreement among child psychiatrists about concepts of and operational definitions for autism [3]. We believe that no child will be labelled as autistic in the GP record without referral to child psychiatry services. Two studies have specifically documented the completeness of the information in the GPRD about referrals occurring and their outcome [30,31].

All information about children possibly affected by an autistic spectrum disorder, including information about the current educational status of the child from the questionnaire, will be reviewed independently by two child psychiatrists. They will use DSM-IV / ICD 10 research diagnostic criteria to define autistic spectrum disorders, and will attempt to subtype the disorders according to their phenomenology. In particular they will separate and sub-classify autistic disorder in DSM-IV or childhood autism in ICD-10, Asperger's disorder, atypical autism / pervasive developmental disorder not otherwise specified, and other forms of pervasive developmental disorders (i.e. Rett's syndrome and childhood disintegrative disorder). This will be achieved by rating the developmental abnormalities on a symptom basis and then applying diagnostic algorithms. They will also make an overall global judgement about the clinical pattern and rate their confidence in this final diagnostic judgement in order to allow for difficult or improbable diagnoses to be treated separately. Inter-rater reliability estimates will result from this exercise. Separate analyses will be carried out for children with a definite diagnosis and for children with a definite or probable diagnosis in order to assess the potential impact of misclassification.

Exclusion of affected children with an alternative aetiology

Inclusion of affected children who have an established alternative aetiology may bias the estimated odds ratio for the association between vaccination and adverse outcome towards unity [38]. Some children will have medical disorders thought to have a causal association with autism (fragile X disorder, tuberous sclerosis, phenylketonuria, congenital rubella) and will be excluded. A recent review estimated that this will lead to the exclusion of at most 6% of affected children [6].

Determination of date of onset

From the GP record, hospital letters and parental questionnaire for each affected child we will extract the date of:

• first attendance to the GP with symptoms or problems potentially relating to a future diagnosis of autism, such as behavioural difficulties (e.g. sleeping or eating difficulties), delay in motor development and milestones, delay in language development, abnormalities in social development (for example delayed smiling, lack of reciprocity, lack of anticipation, odd behaviours);

• first concerns or symptoms as recorded in the hospital letters;

• definitive diagnosis from the hospital letters;

• first parental concern of symptoms of autism collected retrospectively.

The first three dates will be based on existing records and both the date and the relationship of the date to the timing of MMR vaccination will not be affected by errors of memory. First parental concerns about autism may have occurred many years ago and some error in accurately remembering the exact date is to be expected. In addition, it is possible that parental recall of the date of onset of symptoms relative to the timing of MMR vaccination may be affected by the recent publicity about a possible link between MMR and autism. The proposed link between MMR vaccine and autism was first publicised in February 1998. After this date public and media concern about the possible link may have affected the likelihood of a child attending the GP with problems and in particular the timing of the presentation relative to MMR vaccination. Children with a date of first symptoms after February 1998 will be analysed separately to assess the effect of possible bias.

For the main analyses the date of onset will be the earliest of either the date of first attendance to the GP with symptoms potentially relating to a future diagnosis of autism or the date of first concerns or symptoms as recorded in the hospital letters.

Assessment of exposure

Exposure to MMR vaccine will be extracted from the GP electronic record. This method has two advantages. Firstly it will avoid recall bias either about vaccine status or about the timing of vaccination relative to the onset of symptoms. Secondly there are good reasons to expect the vaccine data to be complete. All general practitioners participating in the GPRD undertake to include all medications prescribed or administered in the computerised record. In addition, United Kingdom general practitioners have a financial incentive to accurately record childhood vaccination status. Finally there is excellent agreement between prescribing data from the GPRD and national data from the Prescription Pricing Authority[34].

Confounding

Potential confounding factors include those factors known to affect uptake of vaccination in the United Kingdom: the knowledge and attitude of the health care provider; presence in the family of a child with a major illness; social class; birth order; family size; education of parents; and religion[39]. Matching on general practice for one of the control groups will control for confounding by health care provider. Data on the other potential confounding factors will be derived from the questionnaire to parents of affected children and controls. Very little is known about factors associated with autism and its diagnosis, although a family history of autism is a clear risk factor. Age of parental recognition is known to be associated with sibship order. We will be collecting information on these variables in the questionnaire. These potential confounders will be controlled for in the case-control analysis and in the case series analysis.

Analyses

Case-control

Conditional logistic regression will be used to undertake matched case-control analyses. We will initially undertake a series of univariate analyses. Factors that appear to be associated with autism (P <>

We will examine the effects of the age matching: comparing the results for those children very closely matched on age (for example within 6 months) with the results for any children less well matched on age.

The two control groups will be analysed separately. If the odds ratios differ substantially, this will indicate that practice was an important confounding factor (i.e., that some practices were better at diagnosing autism and also had a higher vaccine coverage). The results for the two groups will then be reported separately, but we will consider the correct result to be that from the practice matched group. If the results for the two groups are similar, they will be pooled. In this situation it is possible we may have "over-matched" in the practice matched group, but this will only lead to a loss of power, not to a bias in the estimate.

Case series

The case series uses data on affected children only to estimate the relative incidence of clinical events either in a defined interval after vaccination compared to time periods outside this defined interval, or at any time after vaccination compared with the time period before vaccination [40,41]. The method has been used to estimate the relative incidence of febrile convulsions following DTP and MMR vaccines [42] and was also used in a recent study of the onset of autism following MMR vaccine [18]. We will examine periods of 1 month, 2 months, 4 months, 6 months and 1 and 2 years after vaccination. The reference period for each individual will consist of every month from birth up until February 1998, which was when the possible link between MMR vaccine and autism became widely known, excluding the post-vaccination period being studied. All analyses will be finely stratified for age, the exact stratification will depend on the age distribution of the affected children.

The two approaches estimate different parameters. The case-control approach will estimate the odds ratio for whether children who are vaccinated have an increased chance overall of developing autism than children who are not vaccinated. The case series will estimate the relative incidence of autism in the period following MMR vaccination.

Power

We estimate we will be able to include a minimum of 400 children with a diagnosis of autism in the analyses. Over the entire study period we estimate the proportion of children in the control group who will have received MMR vaccination to be around 85% [11]. With 5 controls per affected child in the case-control analysis we will be able to detect the following minimum odds ratios for the association between autism and MMR vaccination with 90% power at the 5% significance level: 1.8 if average MMR coverage among controls is 85%, or 2.0 if average MMR coverage among controls is 90%. For the case series analysis assuming an 85% vaccine coverage rate (a conservative estimate), we will have 90% power at the 5% significance level to detect a minimum relative incidence for autism of 1.6 in the 1 month following MMR vaccine.

Ethical approval

The Scientific and Ethical Advisory Group is a central ethical committee specially set up by the Department of Health to oversee use of the GPRD. They have approved the study, subject to approval of the questionnaire, as have the ethics committee of the London School of Hygiene and Tropical Medicine. The use of confidential patient data in this study is fully within the recent guidelines from both the United Kingdom Medical Research Council [43] and the General Medical Council [44] about the use of personal information in medical research.


Discussion

Electronic databases offer several important advantages for epidemiological studies of adverse events from vaccination. All people affected by the adverse event (or a random sample) can be drawn from existing records, usually avoiding the problem of ascertainment being linked to exposure, although bias may not entirely be removed if people affected were diagnosed after the hypothesis was known. As controls can be sampled from all other participants in the database, biased selection of controls is less likely to occur. Records of date of vaccination and onset of symptoms, are also less likely to be biased, in particular if they precede the hypothesis coming into public domain. The major disadvantage of such databases is that data quality and completeness may not always be optimal. In particular, all diagnoses of autism will not have been made using the same criteria applied in a consistent manner.

Vaccines are without doubt among the most effective public health interventions, but thorough investigation of suspected adverse effects is necessary. Case-control studies using electronic health databases offer a uniquely efficient method for evaluating adverse effects of vaccines. However they also offer scope for bias and confounding to produce misleading results. The rigorous validation of all possible diagnoses and the collection of additional information by parental questionnaire in this study will be both time consuming and expensive, but we view this as essential to minimise the possibility of biased results.

Acknowledgements


The study is funded by the United Kingdom Medical Research Council. Liam Smeeth is funded by a Research Fellowship from London NHS Research and Development Directorate.

References
1. World Health Organisation: The ICD-10 classification of mental and behavioural disorders.
Geneva: World Health Organisation; 1992. OpenURL
Return to citation in text: [1]
2. Howlin P, Moore A: Diagnosis in autism.
Autism 1997, 1:135-162. OpenURL
Return to citation in text: [1]
3. Volkmar FR, Klin A, Siegel B, Szatmari P, Lord C, Campbell M, et al.: Field trial for autistic disorder in DSM-IV.
Am J Psychiatry 1994, 151:1361-1367. [PubMed Abstract] OpenURL
Return to citation in text: [1] [2]
4. Rogers SJ, DiLalla DL: Age of symptom onset in young children with pervasive developmental disorders.
J Am Acad Child Adolesc Psychiatry 1990, 29:863-872. [PubMed Abstract] OpenURL
Return to citation in text: [1]
5. De Giacomo A, Fombonne E: Parental recognition of developmental abnormalities in autism.
Eur Child Adolesc Psychiatry 1998, 7:131-136. [PubMed Abstract] [Publisher Full Text] OpenURL
Return to citation in text: [1]
6. Fombonne E: The epidemiology of autism: a review.
Psychol Med 1999, 29:769-786. [PubMed Abstract] [Publisher Full Text] OpenURL
Return to citation in text: [1] [2]
7. Wakefield AJ, Murch SH, Anthony A, Linnell J, Casson DM, Malik M, et al.: Ileal-lymphoid-nodular hyperplasia, non-specific colitis, and pervasive developmental disorder in children.
Lancet 1998, 351:637-641. [PubMed Abstract] [Publisher Full Text] OpenURL
Return to citation in text: [1]
8. Nicoll A, Elliman D, Ross E: MMR vaccination and autism.
BMJ 1998, 316:715-716. [PubMed Abstract] [Publisher Full Text] OpenURL
Return to citation in text: [1]
9. Chen RT, DeStefano F: Vaccine adverse events: causal or coincidental?
Lancet 1998, 351:611-612. [PubMed Abstract] OpenURL
Return to citation in text: [1]
10. Begg N, Ramsay M, White J, Bozoky Z: Media dents confidence in MMR vaccine.
BMJ 1998, 316:561. OpenURL
Return to citation in text: [1]
11. Thomas DR, Salmon RL, King J: Rates of first measles-mumps-rubella immunisation in Wales (UK).
Lancet 1998, 351:1927. [PubMed Abstract] [Publisher Full Text] OpenURL
Return to citation in text: [1] [2]
12. Wakefield AJ, Anthony A, Murch SH, Thomson M, Montgomery SM, Davies S, et al.: Enterocolitis in children with developmental disorders.
Am J Gastroenterol 2000, 95:2285-2295. [PubMed Abstract] [Publisher Full Text] OpenURL
Return to citation in text: [1]
13. Peltola H, Patja A, Leinikki P, Valle M, Davidkin I, Paunio M: No evidence for measles, mumps, and rubella vaccine-associated inflammatory bowel disease or autism in a 14-year prospective study.
Lancet 1998, 351:1327-1328. [PubMed Abstract] [Publisher Full Text] OpenURL
Return to citation in text: [1]
14. Patja A, Davidkin I, Kurki T, Kallio MJ, Valle M, Peltola H: Serious adverse events after measles-mumps-rubella vaccination during a fourteen-year prospective follow-up.
Pediatr Infect Dis J 2000, 19:1127-1134. [PubMed Abstract] [Publisher Full Text] OpenURL
Return to citation in text: [1]
15. Ellenberg SS, Chen RT: The complicated task of monitoring vaccine safety.
Public Health Rep 1997, 112:10-20. [PubMed Abstract] OpenURL
Return to citation in text: [1]
16. Gillberg C, Heijbel H: MMR and autism.
Autism 1998. OpenURL
Return to citation in text: [1]
17. Committee on Safety of Medicines: Report of the Working Party on MMR Vaccine.
London, Committee on Safety of Medicines 1999. OpenURL
Return to citation in text: [1]
18. Taylor B, Miller E, Farrington CP, Petropoulos MC, Favot-Mayaud I, Li J, et al.: Autism and measles, mumps, and rubella vaccine: no epidemiological evidence for a causal association.
Lancet 1999, 353:2026-2029. [PubMed Abstract] [Publisher Full Text] OpenURL
Return to citation in text: [1] [2]
19. Wakefield AJ: MMR vaccination and autism [letter].
Lancet 1999, 354:949-950. [PubMed Abstract] OpenURL
Return to citation in text: [1]
20. Roger JH: The MMR question.
Lancet 2000, 356:160-161. [PubMed Abstract] [Publisher Full Text] OpenURL
Return to citation in text: [1]
21. Loff B, Cordner S: Australia's measles campaign challenged.
Lancet 1998, 352:1368. [PubMed Abstract] OpenURL
Return to citation in text: [1]
22. Tookey PA, Peckham CS: Surveillance of congenital rubella in Great Britain, 1971-96.
BMJ 1999, 318:769-770. [PubMed Abstract] [Publisher Full Text] [PubMed Central Full Text] OpenURL
Return to citation in text: [1]
23. Burton D: Opening statement by the Chairman. Government Reform Committee United States House of Representatives. Autism: Present Challenges, Future Needs - Why the Increased Rates? [http://www.house.gov/reform/hearings/healthcare/00.06.04/]
Committee on Government Reform. Washington DC 2000. OpenURL
Return to citation in text: [1]
24. Pareek M, Pattison HM: The two-dose measles, mumps and rubella (MMR) immunisation schedule: factors affecting maternal intention to vaccinate.
Br J Gen Pract 2000, 50:969-971. [PubMed Abstract] [Publisher Full Text] OpenURL
Return to citation in text: [1]
25. Petrovic M, Roberts R, Ramsay M: Second dose of measles, mumps, and rubella vaccine: questionnaire survey of health professionals.
BMJ 2001, 322:82-85. [PubMed Abstract] [Publisher Full Text] [PubMed Central Full Text] OpenURL
Return to citation in text: [1]
26. Wakefield AJ, Montgomery SM: Measles, mumps, rubella vaccine: Through a glass, darkly.
Adverse Drug React Toxicol Rev 2001, 19:265-283. OpenURL
Return to citation in text: [1]
27. Walley T, Mantgani A: The UK General Practice Research Database.
Lancet 1997, 350:1097-1099. [PubMed Abstract] [Publisher Full Text] OpenURL
Return to citation in text: [1]
28. Lawson DH, Sherman V, Hollowell J: The General Practice Research Database. Scientific and Ethical Advisory Group.
Q J Med 1998, 91:445-452. [Publisher Full Text] OpenURL
Return to citation in text: [1]
29. Office for National Statistics: Key health Statistics from general practice 1996 (Series MB6 No. 1).
London: Office for National Statistics; 1998. OpenURL
Return to citation in text: [1]
30. Jick H, Jick SS, Derby LE: Validation of information recorded on general practitioner based computerised data resource in the United Kingdom.
BMJ 1991, 302:766-768. [PubMed Abstract] OpenURL
Return to citation in text: [1] [2]
31. Jick H, Terris BZ, Derby LE, Jick SS: Further validation of information recorded on general practitioner based computerised data resource in the United Kingdom.
Pharmacoepid Drug Safety 1992, 347-349. OpenURL
Return to citation in text: [1] [2]
32. Nazareth I, King M, Haines A, Rangel L, Myers S: Accuracy of diagnosis of psychosis on a general practice computer system.
BMJ 1993, 307:32-34. [PubMed Abstract] OpenURL
Return to citation in text: [1]
33. van Staa T, Abenhaim L: The quality of information recorded on a UK database of primary care records: a study of hospitalisations due to hypoglycaemia and other conditions.
Pharmacoepid Drug Safety 1994, 3:15-21. OpenURL
Return to citation in text: [1]
34. Hollowell J: The General Practice Research Database: quality of morbidity data.
Popul Trends 1997, 36-40. [PubMed Abstract] OpenURL
Return to citation in text: [1] [2]
35. Lawrenson R, Todd JC, Leydon GM, Williams TJ, Farmer RD: Validation of the diagnosis of venous thromboembolism in general practice database studies.
Br J Clin Pharmacol 2000, 49:591-596. [PubMed Abstract] [Publisher Full Text] OpenURL
Return to citation in text: [1] [2]
36. Berument SK, Rutter M, Lord C, Pickles A, Bailey A: Autism screening questionnaire: diagnostic validity.
Br J Psychiatry 1999, 175:444-451. [PubMed Abstract] OpenURL
Return to citation in text: [1]
37. Garcia Rodriguez LA, Ruigomez A, Jick H: A review of epidemiologic research on drug-induced acute liver injury using the general practice research data base in the United Kingdom.
Pharmacotherapy 1997, 17:721-728. [PubMed Abstract] OpenURL
Return to citation in text: [1]
38. Wentz KR, Marcuse EK: Diphtheria-tetanus-pertussis vaccine and serious neurologic illness: an updated review of the epidemiologic evidence.
Pediatrics 1991, 87:287-297. [PubMed Abstract] OpenURL
Return to citation in text: [1]
39. Peckham C: The Peckham report: national immunisation study.
Institute of Child Health; London 1989. OpenURL
Return to citation in text: [1]
40. Farrington CP: Relative incidence estimation from case series for vaccine safety evaluation.
Biometrics 1995, 51:228-235. [PubMed Abstract] OpenURL
Return to citation in text: [1]
41. Farrington CP, Nash J, Miller E: Case series analysis of adverse reactions to vaccines: a comparative evaluation.
Am J Epidemiol 1996, 143:1165-1173. [PubMed Abstract] OpenURL
Return to citation in text: [1]
42. Farrington P, Pugh S, Colville A, Flower A, Nash J, Morgan-Capner P, Rush M, Miller E: A new method for active surveillance of adverse events from diphtheria/tetanus/pertussis and measles/mumps/rubella vaccines.
Lancet 1995, 345:567-569. [PubMed Abstract] [Publisher Full Text] OpenURL
Return to citation in text: [1]
43. Medical Research Council: Personal information in medical research.
London: MRC; 2000. OpenURL
Return to citation in text: [1]
44. General Medical Council: Confidentiality.
London: GMC; 2000. OpenURL
Return to citation in text: [1]

Pre-publication history

The pre-publication history for this paper can be accessed here:

http://www.biomedcentral.com/content/backmatter/1471-2458-1-2-b1.pdf

Jual Rumah Kontrakan 2 Pintu

Jual Rumah Kontrakan 2 Pintu
Jl. Gang Biyuk, Bambu Kuning Raya. Akses Strategis = Jalan Raya Pramuka Narogong, Rawalumbu Bekasi, Bebas Banjir, Tanpa Perantara = Ibu Anni 021-95-08-20-42 *.(Klik Gambar untuk Keterangan Lanjut)

http://www.jannah.org/qurantrans/

http://www.jannah.org/qurantrans/

DISCLAIMER

The content of this Website is not influenced by sponsors. The site is designed primarily for use by qualified physicians and other medical professionals. The information contained herein should NOT be used as a substitute for the advice of an appropriately qualified and licensed physician or other health care provider. The information provided here is for educational and informational purposes only. In no way should it be considered as offering medical advice. Please check with a physician if you suspect you are ill.